Pages

27 Desember 2014

Jurnal Etika dan Estetika Dalam Iklan

JURNAL
ETIKA DAN ESTETIKA DALAM IKLAN
MATAKULIAH ETIKA BISNIS



Nama          :  Nur Khasanah
NPM           :  15211314
Kelas          :  4EA17


UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
2014


ABSTRAK



Nur Khasanah, 15211314
“ETIKA DAN ESTETIKA DALAM IKLAN”
Jurnal.  Jurusan Manajemen.  Fakultas Ekonomi.  Universitas Gunadarma.  2014
Kata Kunci      :  Etika, Estetika, Konten, Iklan.




Keberadaan iklan dalam media massa saat ini tidaklah menjadi sebuah wacana langka terutama di era dimana dinamika kehidupan semakin berkembang (Kasiyan, 2007).  Bahkan dapat dikatakan dimana ada media massa, disanalah iklan berada dan tidak jarang keberadaannya menjadi semakin dominan. Dalam dunia bisnis, iklan merupakan satu kekuatan yang dapat dipergunakan untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya.  Penekanan utama iklan adalah akses informasi dan promosi dari pihak produsen kepada konsumen.  Sebagai media, baik yang berupa visual atau oral, iklan jenis punya tendensi untuk mempengaruhi khalayak umum untuk mencapai target keuntungan.
            Ketegasan lembaga-lembaga hukum juga sangat diperlukan dengan menerapkan peraturan atau regulasi yang mengatur tentang etika dalam iklan.  Perlu adanya penyaringan atau proses filterisasi agar iklan-iklan yang tayang benar-benar iklan yang berisi informasi positif.  Apabila ketegasan lembaga-lembaga tersebut benar-benar sudah tidak bisa dipertahankan, maka perlulah ketegasan dari masyarakat itu sendiri yang diperlukan agar pada nantinya iklan di Indonesia terhindar dari segala macam konten negative.
  

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Dengan semakin berkembangnya sebuah iklan dalam media massa, berbagai kepentingan dan tujuan pun semakin berlomba-lomba untuk mengambil tempat.  Sampai sekarang media masih menjadi tempat yang dipercaya sebagai pembawa dampak terbesar dalam dunia.  Melalui media, masyarakat menjadi mempu untuk mengetahui apa yang sedang berlangsung di dunia yang sebesar ini (Prianti, 2013, hal. 2).  Dalam pandangannya tentang Marxisme disebutkan bahwa media merupakan alat reproduksi yang disesuaikan dengan tipe industry kapitalis beserta faktor produksi dan hubungan produksinya (McQuail, 1987, hal. 63).
Hal diatas membuktikan bahwa memang benar adanya media massa saat ini semakin menjadi lahan subur bagi para kapitalis.  Media pada hakikatnya ingin menghegemoni atau mendominasi kepemimpinan  serta memiliki kuasa melalui tayangan-tayangan mereka, dan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya media massa akan berupaya sekeras mungkin untuk menarik iklan sebanyak-banyaknya melalui konten acara yang dibuat semenarik mungkin.  Sayangnya dalam menarik banyaknya iklan tersebut, media seringkali tidak melakukan proses penyaringan yang tepat sehingga saat ini seringkali ditemukan berbagai macam konten iklan yang tidak layak tayang khususnya yang sering ditemui dalam tayangan televisi.

1.2    Rumusan Masalah

1.      Bagaimana hukum di Indonesia mengatur adanya konten negative atau pelanggaran etika dalam sebuah iklan ?
2.      Bagaimana konsumen menanggapi atau memaknai iklan-iklan yang berkonten negative atau melanggar etika dan estetika dalam iklan ?
3.      Bagaimana penerapan hukum di Indonesia yang mengatur tentang konten negative dalam iklan ?



1.3    Batasan Masalah
Dalam pembahasan kali ini, penulis hanya membatasi penjelasan mengenai etika dan estetika dalam iklan menjadi beberapa pokok bahasan saja :
1.      Pengertian etika dan iklan
2.      Etika periklanan  di Indonesia
3.      Konsep dasar etika periklanan

1.4    Maksud dan Tujuan Penulisan

      1.      Untuk mengetahui hukum di Indonesia yang mengatur adanya pelanggaran etika dalam sebuah iklan.
     2.      Untuk mengetahui tanggapan atau respon konsumen terhadap iklan yang melanggar etika dan estetika.
       3.      Untuk mengetahui penerapan hukum di Indonesia tentang konten negative dalam iklan.



BAB II
LANDASAN TEORI

Sudah umum diketahui bahwa abad sekarang ini adalah abad informasi.  Dimanapun kita berada, pasti terjadi pertukaran informasi.  Suka atau tidak suka kita harus menerima, iklan merupakan salah satu pengaruh besar dalam hal pertukaran informasi, dan suka atau tidak suka kita pasti menerima informasi tersebut.  Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat semenarik mungkin bahkan kadang dramatis.  Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung).  Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas melalui media massa komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang, semua usia, golongan, suku dan sebagainya).  Iklan merupakan suatu proses kerja yang sangat penting dalam menunjang performa suatu perusahaan dihadapan masyarakat.  Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis.  Oleh karena itu, untuk menghasilkan iklan yang sesuai dengan kepentingan perusahaan maka iklan harus dirancang secara matang dari proses assignment yang diberikan perusahaan, proses kreatifnya, proses produksi sampai komitmen moral atau etika bisnis yang dimiliki perusahaan dalam mempertanggungjawabkan materi atau isi pesan yang disampaikan kepada masyarakat.
Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas melalui pesan-pesan visual  atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau mempengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap ide-ide, institusi-institusi atau pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut.

2.1  Pengertian Etika dan Iklan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, iklan ditinjau dari dua segi, yaitu sebagai kata benda dan kata kerja.  Iklan sebagai kata benda berarti berita atau pesan untuk mendorong dan membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan; atau pemberitaan kepada khalayak mengenai barang atau jasa yang dijual, yang dipasang pada media massa (surat kabar dan majalah) atau ditempat umum.  Sebagai kata kerja, iklan berarti memberitahukan atau memperkenalkan kepada umum.  Dari pengertian di atas, iklan sebagai media, yang diharapkan dapat mendorong, memiliki kedekatan antara iklan sebagai benda dan iklan sebagai muatan bisnis, yang berupa rekayasa.  Dengan demikian iklan secara keseluruhan seharusnya dapat dimengerti sebagai mediator yang dibuat semenarik mungkin tanpa mengurangi bobot dan misinya.
Pengertian etika menurut PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia) adalah sekumpulan norma/asas/sistem perilaku yang dibuat oleh sekelompok tertentu yang harus dibuat oleh sekelompok tertentu yang harus ditaati oleh individu/kelompok individu yang menjadi anggotanya atas dasar moralitas baik buruk atau benar salah untuk hal/aktivitas/budaya tertentu.  Periklanan adalah proses pembuatan dan penyampaian pesan yang dibayar dan disampaikan melalui sarana media massa yang bertujuan menunjuk konsumen untuk melakukan tindakan membeli/mengubah perilakunya.
Etika memiliki beberapa sifat dasar yang berlaku universal, yaitu :
1.      Punya nilai moral (baik buruk, benar salah)
2.      Punya nilai sosial (melindungi kepentingan orang yang lebih banyak)
3.      Bersifat relatif (sesuatu yang dianggap baik/benar pada kelompok/era tertentu belum tentu baik/benar pada kelompok/era lainnya)
4.      Buatan manusia (dibuat karena suatu kebutuhan untuk mengatur perilaku sesama demi kepentingan masyarakat banyak)
5.      Melestarikan tujuan bersama (kelanggengan eksistensi kebersamaan untuk mencapai tujuan kelompok)
Ciri – ciri iklan yang baik, antara lain :
a.       Etis            :  berkaitan dengan kepantasan.
b.      Estetis       :  berkaitan dengan kelayakan (target market, target audiens, kapan harus ditayangkan).
c.       Artistik      :  bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak

2.2  Etika Periklanan di Indonesia
Etika periklanan di Indonesia diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI).  EPI menyusun pedoman tata krama periklanannya melalui dua tatanan, antara lain :
1.      Tata Krama (Code of Conducts)
Metode penyebarluasan pesan periklanan kepada masyarakat, yang bukan tentang unsur efektifitas, estetika, dan seleranya.  Adapun ketentuan yang dibahas meliputi :
a)      Tata krama isi iklan
b)      Tata krama ragam iklan
c)      Tata krama pemeran iklan
d)     Tata krama wahana iklan
2.      Tata Cara (Code of Practise)
Hanya mengatur praktek usaha para pelaku periklanan dalam memanfaatkan ruang dan waktu iklan yang adil bagi semua pihak yang saling berhubungan.  Ada 3 asas umum yang EPI jadikan dasar, yaitu :
a.       Jujur, benar, dan bertanggungjawab.
b.      Bersaing secara sehat.
c.       Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

2.3    Konsep Dasar Etika Periklanan
1.      Fungsi Periklanan
Iklan dilukiskan sebagai komunikasi antara produsen dan pasar, antara penjual dan calon pembeli.  Dalam proses komunikasi iklan menyampaikan sebuah ‘pesan’.  Dengan demikian kita mendapat kesan bahwa periklanan terutama bermaksud memberi informasi.  Tujuan terpenting adalah memperkenalkan produk atau  jasa.
Fungsi iklan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu berfungsi memberi informasi dan membentuk opini (pendapat umum).
a.       Iklan berfungsi sebagai pemberi informasi
Pada fungsi ini iklan merupakan media untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang produk lain yang akan atau sedang ditawarkan dalam pasar.  Dalam hal ini lebih ditekankan bahwa iklan berfungsi untuk membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataan yang serinci mungkin tentang suatu produk.  Sasaran iklan adalah agar knsumen dapat mengetahui dengan baik produk itu sehingga akhirnya untuk membeli produk itu.
Sehubungan dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada konsumen.  Ada tiga pihak yang terlibat dan bertanggungjawab secara moral atas informasi yang disampaikan sebuah iklan.
(1)   Produsen yang memiliki produk tersebut.
(2)   Biro iklan yang mengemas iklan dalam segala dimensinya (etis, estetik, informative, dan sebagainya).
(3)   Model atau bintang iklan, dalam hal ini tanggung jawab moral atas informasi yang benar tentang sebuah produk pertama-tama dipikul oleh pihak produsen.
b.      Iklan sebagai pembentuk pendapat umum
Berbeda dengan fungsi iklan sebagai pemberi informasi, dalam wujudnya yang lain, iklan dilihat sebagai satu cara untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat tentang sebuah produk.
Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik massa konsumen untuk membeli produk tersebut.  Secara etis, iklan manipulasi jelas dilarang karena iklan semacam itu benar-benar menipu konsumen dan segala aspek kehidupan sebagai alat demi tujuan tertentu di luar diri manusia.
Suatu persuasi dianggap rasional sejauh daya persuasinya terletak pada isi argumennya dan bukan pada cara penyajian atau penyampaian argumen itu.  Dengan kata lain, persuasinya didasarkan pada fakta yang bisa dipertanggung jawabkan.  Berbeda dengan persuasi rasional, persuasi non-rasional umumnya hanya memanfaatkan aspek (kelemahan) psikologis manusia untuk membuat konsumen bisa terpukau, tertarik, dan terdorong untuk membeli produk yang diinginkan itu.



BAB III
METODOLOGI


3.1    Objek Penulisan
Pada penulisan ini penulis mengambil objek pada iklan-iklan yang tayang pada televisi di Indonesia, salah satu contohnya yaitu Iklan Mie Sedaap Ayam Krispi.


3.2    Data Penulisan
Dalam penulisan ini menggunakan data yang diperoleh dari data sekunder yang berasal dari situs-situs yang  memberikan informasi seputar permasalahan  tentang etika dan estetika dalam iklan seperti http://www.blogdetik.com / dan https://books.google.co.id/ .


3.3    Metode Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data, penulis memperoleh data dari berbagai sumber dengan metode penulisan sebagai berikut :
1.      Observasi
Untuk mendapatkan data dan informasi tersebut penulis menggunakan data sekunder berupa artikel-artikel yang terdapat di beberapa situs pemberi informasi seperti https://books.google.co.id/ dan http://www.blogdetik.com /.
2.      Studi Kepustakaan
Mencari referensi dari buku-buku dan literature-literature yang berkaitan dengan topic dalam penulisan ini.



BAB IV
PEMBAHASAN

Hampir setiap hari kita dibanjiri oleh iklan yang disajikan media-media massa, baik cetak maupun elektronik.  Akibatnya seakan-akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari untuk sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan.  Memang, inilah sebenarnya peran yang ditugaskan oleh iklan, yakni sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang menginformasikan konsumen perihal produk-produk barang dan jasa yang bisa dijadikan sebagai pemuas kebutuhan.  Dalam peran seperti inilah, dimana pun juga, kita bisa dengan mudah menemukan iklan-iklan mulai dari yang paling sekuler sampai kepada informasi mengenai aktivitas-aktivitas keagamaan, perjalanan spiritual, dan sebagainya.
Tanpa kita sadari, iklan ternyata sungguh-sungguh ditampilkan sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang mempengaruhi sebagai besar hidup kita, terutama sehubungan dengan upaya mendapatkan barang dan jasa pemuas kebutuhan.  Apalagi, iklan-iklan tersebut disiarkan melalui media massa maupun media non-massa.  Keadaan semacam ini yang membuat kita seakan tidak sadar bahwa iklan sedang “menjajah” kita, tetapi juga tidak peka terhadap kenyataan bahwa iklan  sedang menggerogoti nilai-nilai moral dan agama yang selama ini kita junjung tinggi.  Untuk hal yang terakhir ini kita hanya bisa sampai pada tingkat sopan santun dan bukannya sebuah kesadaran etis untuk memprotes iklan-iklan yang tidak bermoral tersebut.

4.1  Hukum di Indonesia yang Mengatur sebuah Iklan
Hukum diciptakan sebagai suatu sarana atau instrument untuk mengatur hak-hak dan kewajiban subjek hukum agar masing-masing subjek hukum dapat menjalankan kewajibannya dengan baik dan mendapatkan haknya secara wajar.  Seperti yang sudah dijelaskan dalam latar belakang, regulasi atau peraturan yang mengatur adanya konten negative dalam sebuah iklan sebenarnya telah diterbitkan, namun tetap saja seringkali dijumpai konten-konten negative tersebut bermunculan dan tidak kunjung mendapatkan pengawasan dari pihak yang berwewang.
Beberapa produk hukum yang seharusnya mengatur adanya konten negative dalam iklan bisa ditemukan seperti :
1.      Kode Etik Periklanan Indonesia
2.      Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi
3.      P3SPS Pasal 14 dan 16
4.      Pasal 49 tentang Siaran Iklan.
Senua produk hukum diatas telah menerbitkan regulasinya yang seharusnya ditaati dan dijalankan dengan sebaik-baiknya.  Kode etik periklanan telah memberi penjelasan dalam beberapa pointnya tentang dilarangnya konten pornografi dalam sebuah iklan.  Ciri-ciri iklan yang baik menurut Etika Periklanan Indonesia adalah etis, estetis, dan artistik.  Etis berarti berkaitan dengan kepantasan, estetis berarti berkaitan dengan kelayakan yang mencakup target pasar, target penonton dan kapan harus ditayangkan sedangkan artistik berarti bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak.
Panduan ciri-ciri iklan yang baik menurut Kode Etik Periklanan tersebut harus benar-benar menjadi patokan untuk produsen iklan dalam menerbitkan iklan yang memang harus bisa dipertanggungjawabkan.  Dalam kenyataannya, etis, estetika, dan artistik iklan saat ini tidak mencerminkan definisi sebenarnya.  Banyak iklan yang seharusnya tidak pantas, seharusnya tidak tayang dalam waktu senggang dan seharusnya tidak mengandung daya tarik berbau pornografi.
P3SPS tahun 2012 yang diterbitkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia juga menjadi salah satu badan regulasi yang seharusnya menjadi panduan untuk menciptakan sebuah iklan.  Dalam P3SPS Pasal 16 telah disebutkan bahwa lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan atau pembatasan program siaran bermuatan seksual.  Pasal 16 pada kenyataannya masih saja sering dilanggar dan pihak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pun sampai sekarang tidak kunjung menunjukkan ketegasannya dalam menyelesaikan masalah yang sering ditemukan dalam periklanan Indonesia saat ini.

4.2    Tanggapan atau Respond dari Konsumen mengenai Iklan yang memiliki konten negative
Istilah komunikasi atau yang dalam bahasa inggris disebut communication yang berasal dari bahasa Latin communicatio dan bersumber dari kata communis memiliki arti yang sama.  Yang dimaksud sama adalah sama makna (Effendi : 2007, hal. 9).  Hal tersebut berarti ketika terdapat dua orang yang melakukan pembicaraan, maka aktifitas komunikasi pada dua orang tersebut terjalin ketika keduanya mampu memaknai hal yang dibicarakan.
Dalam mencapai kesamaan makna, iklan biasanya memunculkan adanya symbol atau lambang didalamnya sehingga dengan adanya symbol dan lambang tersebut, kesamaan makna kemudian akan diyakini oleh beberapa kelompok orang yang disebut dengan penonton itu sendiri.  Penggunaan symbol memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dengan objek (baik nyata maupun abstrak) tanpa kehadiran manusia dan objek tersebut (Mulyana : 2004, hal. 24).
Terdapat dua pemaknaan yang diciptakan dari adanya konten pornografi dalam iklan.  Beberapa masyarakat yang tabu akan terus menganggap hal seperti ini adalah hal yang buruk dan mengganggu kenyamanan mereka dalam menonton televisi.  Namun bagi sebagian masyarakat yang sudah terbiasa akan menganggap hal tersebut wajar karena dengan adanya unsur-unsur negative seperti itu, iklan tersebut akan semakin meningkat daya jualnya.
Perbedaan makna tersebut lantas tidak menjadikan produsen berhenti memproduksi iklan-iklan yang berkonten pornografi didalamnya.  Justru di era yang semakin modern seperti ini, kebutuhan daya tarik dan target yang harus dicapai menjadikan iklan-iklan modern menjadi semakin liar dan tidak ada control didalamnya.  Hal inilah yang memicu ketegasan dari masyarakat sendiri untuk lebih bijak menentukan konten yang dipilih sehingga minimal tidak memberikan dampak buruk pada dirinya dan orang-orang disekitarnya.

4.3    Penerapan Hukum di Indonesia mengenai iklan yang memiliki Unsur Negatif
Berdasarkan realitas yang ada saat ini, sangat jelas bahwa penerapan hukum terkait konten-konten negative dalam media massa baik media cetak maupun media elektronik sangat tidak berjalan dengan baik.  Hal ini bisa dilihat dari tetap diizinkannya iklan-iklan yang memiliki unsur negative tersebut untuk tetap tayang dalam waktu yang tidak pantas.
Meski berbagai  peraturan atau regulasi sudah diterbitkan, namun tidak bisa dipungkiri bahwa iklan-iklan yang menggunakan model perempuan yang dianggap cukup erotis masih dapat dijumpai dalam atau tidak dalam jam prime time (Wahyuningsih : 2012, hal.4).  banyaknya iklan-iklan sarat konten negative dalam iklan televisi di Indonesia dapat memicu kekhawatiran berlebihan kepada para orang tua yang mau tidak mau seakan membiarkan anaknya diberi tontonan atau tayangan buruk seperti yang ada saat ini.
Dengan banyaknya kasus yang ditemukan saat ini, sangat diperlukan adanya ketegasan dari lembaga-lembaga dan badan hukum yang seharusnya mengatur serta mengawasi periklanan tersebut.  Lembaga pers maupun lembaga penyiaran tidak boleh melepaskan tanggung jawab atas iklan yang diterbitkan atau ditayangkan.  Untuk itu diperlukan peran serta dari lembaga-lembaga tersebut dalam menyaring iklan yang akan mereka tayangkan (Deliana : 2011).
Selain ketegasan dari lembaga-lembaga, kepatuhan dari pihak produsen juga sangatlah diperlukan dalam menegakkan kebenaran sebuah media massa.  Produsen-produsen tersebut harus benar-benar berhati-hati dalam menciptakan sebuah iklan sehingga iklan-iklan yang mereka terbitkan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan dengan kata lain bisa lulus uji keamanan dari pejabat yang berwenang (Shofie : 1999, hal. 134).

4.4    Permasalahan Etika dalam Iklan
Iklan makanan yang lebih sering kita lihat di tayangan televisi pastilah tidak bukan mie instan.  Begitu banyak iklan yang ada, maka semakin beragam jenis mie instan yang ditawarkan untuk konsumen begitupula dengan penyajian iklan mie instan tersebut, akan semakin beragam.  Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas tentang iklan salah satu produk mie instan yaitu Mie Sedaap Instans.  Didalam iklan tersebut menampilkan seorang penyanyi dan pencipta lagu, Saykoji, yang sedang bernyanyi diiringi oleh beberapa penari latar wanita.  Konsep atau kreatifitas dengan menampilkan Saykoji sebagai brand ambassador ini bukanlah suatu masalah, tetapi perhatikan lebih seksama jika para penari latar wanita tersebut menggunakan pakaian yang kurang sopan.  Pakaian yang dikenakan penari latar tersebut adalah celana pendek serta atasan yang juga sangat mini, bahkan bagian perut penari tersebut sampai terlihat.
Berikut penjelasan mengapa iklan tersebut dikatakan sebagai iklan yang tidak ber-etika :
1.      Nilai Agama  :  dilihat dari penampilan para penari tersebut yang hanya menggunakan pakaian minim.  Hal tersebut sungguh tidak sopan jika kita melihat bahwa mayoritas masyarakat Indonesia memeluk agama muslim dan kita memiliki adat ketimuran dimana sopan santun sangat berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari.
2.      Nilai Filosofi   :  Ketika iklan tersebut muncul tanpa sensor di dalamnya.  Hal ini seperti iklan tersebut mengajarkan bahwa mengenakan pakaian yang dikenakan oleh penari di iklan tersebut diperbolehkan.  Hal tersebut akan mempengaruhi gaya pakaian anak-anak remaja yang menyakini bahwa pakaian tersebut boleh dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari karena di iklan pakaian tersebut diperbolehkan tanpa adanya sensor.
3.      Nilai Pengalaman dan Perkembangan Budaya           :  cara berpakaian masa lalu dengan masa sekarang memanglah berbeda, karena pakaian sekarang mengikuti perkembangan fasion untuk zaman sekarang.  Namun, hal tersebut seharusnya tidak mengurangi rasa sopan santun dalam kehidupan sekarang ini.  Perkembangan budaya barat yang bebas tidak harus diterima secara ‘mentah-mentah’, sebaiknya dipilih terlebih dahulu agar tidak berdampak negative terhadap kita.  Disamping itu budaya Indonesia yang sejak dahulu dikenal sebagai adat ketimuran yang menjunjung tinggi sopan santun dalam bertindak dan berpenampilan harus tetap ada dan terus melekat sebagai tanda bahwa kita merupakan bangsa Indonesia yang selalu menjaga sopan santun dalam kehidupan sehari-hari.
4.      Nilai Hukum   :  kaitan iklan tersebut dengan hukum yang berlaku adalah menegenai cara berpakaian yang seperti itu seharusnya mendapatkan sensor di dalamnya.  Jika diperhatikan saat iklan tersebut tayang perdana, tidak mendapatkan sensor apapun pada adegan tertentu.  Namun setelah iklan tersebut tayang untuk beberapa hari, barulah terdapat sensor atau pemotongan adegan-adegan yang dianggap tidak pantas untuk dilihat oleh khalayak banyak.  Hal tersebut sebenarnya sudah diatur dalam hukum penanyangan iklan.  Dan seharusnya hukum berlaku bagi semua pihak yang berada dalam lingkungan hukum tersebut.

Sebagai negara yang menganut budaya ketimuran dan memegang adat sopan santun dalam segala sesuatunya (salah satu dalam kehidupan sehari-hari yaitu cara berpakaian) seharusnya pembuat iklan atau pihak advertasi memperhatikan sasaran konsumen yang akan dicapai oleh perusahaan tersebut.  Dimana konsumen mereka berada, bagaimana budayanya, dan bagaimana kebiasaan dari sasaran konsumen mereka.  Jika mereka membuat iklan dengan sasaran konsumen untuk masyarakat Indonesia maka mereka juga harus mengerti bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang memegang adat sopan santun dan bukan buadaya barat.


BAB V
KESIMPULAN


5.1    Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa segala lapisan masyarakat tentunya harus memiliki andil dalam menciptakan iklan yang baik dan juga tentunya dapat dipertanggungjawabkan iklan tersebut.  Dengan adanya hukum yang mengatur pelanggaran dalam etika dan estetika dalam iklan, kita sebagai warga negara Indonesia juga harus menghormati serta mematuhi setiap aturan yang telah dibuat oleh pemerintah.  Kita semua tahu bahwa adanya aturan untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik secara beriringan diikuti dengan keadilan yang merata serta tidak ada pihak yang saling dirugikan dengan adanya ketentuan hukum tersebut.

5.2    Saran
Ketegasan lembaga-lembaga penegak hukum memang sangat diperlukan.  Perlu diadakannya filterisasi atau proses penyaringan agar iklan-iklan yang tayang benar-benar mengandung konten yang sesuai atau bersifat positif dan terhindar dari segala unsur pornografi atau kekerasan didalamnya.
Masyarakat juga tentunya harus membentengi dirinya dan melindungi orang-orang yang berada disekitarnya atas segala macam iklan dengan konten berbahaya yang semakin marak beredar saat ini.  Apabila ketegasan lembaga-lembaga tersebut benar-benar sudah tidak bisa dipertahankan, maka perlulah ketegasan dari masyarakat itu sendiri yang diperlukan agar pada nantinya iklan di Indonesia terhindar dari segala macam konten negative.

  

     DAFTAR PUSTAKA


Ardiwinata, Ahmad Lisca Abdillah.  2014.  “Iklan dan Dimensi Etisnya”.  Dalam http://www.slideshare.net/LiscaArdiwinata/tugas-etika-bisnis-7-iklan-dan-dimensi-etisnya .
Handoyo, FX Ridwan.  2011.  “Dasar-Dasar Etika Periklanan-Bagian 1”.  Dalam http://www.p3i-pusat.com/dunia-pariwara/wicara/225-dasar-dasar-etika-periklanan-bagian-1 .
Haryatmoko.  2007.  “Etika Komunikasi : Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi”.  Yogyakarta  :  Kanisius Media.
Jena, Jeremias.  2010.  “Etika dalam Iklan”.  Dalam http://jeremiasjena.wordpress.com/2010/10/05/etika-dalam-iklan/ .
Keraf, Sony. 1998.  “Etika Bisnis :  Tuntutan dan Relevansinya”.  Yogyakarta  :  Kanisius Media.
Kurniawati, Nadya.  2014.  “Etika Bisnis Iklan Tak Beretika”.  Dalam http://nadyakurnia13.blogdetik.com/2014/07/22/etika-bisnis-iklan-tak-beretika/ .
Lelyfandia.  2014.  “Konten Pornografi dalam Iklan dan Regulasi yang Mengatur”.  Dalam http://lelyfandia.wordpress.com/2014/06/18/konten-pornografi-dalam-iklan-dan-regulasi-yang-mengatur/
Loviannisa, Oan.  2013.  “Etika Periklan di Indonesia”.  Dalam http://tugasmarkom.blogspot.com/2013/03/etika-periklanan-di-indonesia_6996.html .

Pratama, Yoga Aditya.  2011.  “Etika Periklanan”.  Dalam http://id.scribd.com/doc/76048294/Etika-Periklanan#scribd .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar