PENGARUH BUDAYA DALAM
PERILAKU KONSUMEN
Budaya mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, artefak, dan
symbol yang mempunyai makna yang membantu individu berkomunikasi, memberikan
tafsiran serta melakukan evaluasi.
Budaya tidak hanya bersifat naluriah saja, namun budaya memberikan
dampak pada perilaku yang dapat diterima didalam masyarakat.
Kebudayaan adalah faktor penentu keinginan dan perilaku
seseorang, terutama dalam perilaku pengambilan keputusan dan perilaku
pembelian. Dalam perkembangan sejarah budaya konsumsi maka
masyarakat konsumsi lahir pertama kali di Inggris pada abad 18 saat terjadinya
teknologi produksi secara massal.
Teknologi yang disebabkan oleh berkembangnya revolusi industri
memungkinkan perusahaan-perusahaan memproduksi barang terstandarisasi dalam
jumlah besar dengan harga yang relative murah.
Pada saat yang bersamaan muncul revolusi kebudayaan di mana masyarakat
secara bertahap berubah dari masyarakat agraris menjadi masyarakat yang
kekotaan, karena dengan berpindahnya ke perkotaan maka budaya mereka berubah
sehingga berkembanglah tata nilai baru dan pola kehidupan yang baru akibat
pekerjaan yang berbeda. Gambaran
lahirnya masyarakat konsumsi tersebut diatas, menunjukkan pentingnya budaya dalam
memahami perilaku konsumen. Aspek-aspek
budaya yang penting dapat diidentifikasi sehingga dapat digunakan sebagai dasar
untuk memahami bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi konsumen dan tentunya
dapat digunakan dalam mengembangkan strategi pemasaran yang lebih efektif.
MITOS DAN RITUAL
KEBUDAYAAN
Setiap masyarakat memiliki serangkaian mitos yang
mendefinisikan budayanya. Mitos adalah
cerita yang berisi elemen simbolis yang mengekspresikan emosi dan cita-cita
budaya. Misalnya mitos mengenai binatang
yang mempunyai kekuataan (Raja Singa) atau binatang yang cepat larinya
(Kelinci) yang dimaksudkan sebagai jembatan antara kemanusiaan dan alam
semesta. Ada mitos pewayangan yang
diangkat dalam membuat strategi penentuan merek suatu produk, seperti tokoh
Bima dalam produk Jamu Kuat “KUKU BIMA ENERGI”.
Sehingga pemasar dituntut kreatif menggali mitos agar bisa digunakan
sebagai sarana menyusun strategi pemasaran tertentu.
Ritual kebudayaan merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang
dilakukan oleh kelompok masyarakat.
Ritual budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandarisasi yang
secara periodik diulang, memberikan arti dan meliputi penggunaan symbol-simbol
budaya (Mowen, 1995).
Ritual budaya bukan sekedar kebiasaan yang dilakukan
seseorang, tetapi hal ini dilakukan dengan serius dan formal yang memerlukan
intensitas mendalam dari seseorang.
Kebiasaan sering tidak serius, kadang tidak pasti dan berubah saat ada
stimulus berbeda yang lebih menarik.
Seringkali ritual budaya memerlukan benda-benda yang digunakan untuk
proses ritual, dan inilah yang bisa dibuat oleh pengusaha menjadi peluang,
seperti acara ulang tahun yang biasanya ada lilin, kue, balon, dekorasi ruang,
dan sebagainya.
Symbol kebudayaan juga merupakan representasi tertentu dari
budaya, secara umum apa yang dipakai dan dikonsumsi oelh seseorang akan
mencerminkan budayanya. Perusahaan dapat
menggunakan nilai-nilai simbolis untuk merek produknya, misalnya perusahaan
otomotif Mitsubishi memberi nama merek pada salah satu produk ciptaannya yaitu
KUDA. Symbol juga dapat ditunjukkan
dengan warna seperti warna hitam mempunyai arti formal. Sehingga pemasar menggunakan warna sebagai
dasar untuk menciptakan produk yang berkaitan dengan kebutuhan simbolis.
BUDAYA DAN KONSUMSI
Produk mempunyai fungsi, bentuk, dan arti. Ketika konsumen membeli suatu produk mereka
berharap produk tersebut menjalankan fungsi sesuai harapannya dan konsumen
terus membelinya hanya bila harapan mereka dapat dipenuhi dengan baik. Namun, bukan hanya fungsi yang menentukkan
keberhasilan produk. Produk juga harus
memenuhi harapan tentang norma, misalnya persyaratan nutrisi dalam makanan.
Budaya merupakan sesuatu yang perlu dipelajari, karena
konsumen tidak dilahirkan spontan mengenai nilai atau norma kehidupan sosial
mereka, tetapi mereka harus belajar tentang apa yang diterima dari keluarga dan
teman-temannya. Namun dengan kemajuan
zaman yang sekarang ini banyak produk diarahkan pada kepraktisan, misal
anak-anak sekarang lebih suka makanan siap saji seperti Chicken, nugget,
sossis, dan lain-lain karena kemudahan, terutama bagi wanita yang bekerja dan
tidak memiliki waktu banyak untuk mengolah makanan.
Kebudayaan juga mengimplikasikan sebuah cara hidup yang
dipelajari dan diwariskan, misalnya anak yang dibesarkan dalam nilai budaya di
Indonesia harus hormat pada orang yang lebih tua, makan sambil duduk, dsb. Budaya berkembang karena kita hidup bersama
orang lain di masyarakat. Hidup dengan
orang lain menimbulkan kebutuhan untuk menentukan perilaku apa saja yang dapat
diterima semua anggota kelompok.
Budaya pada gilirannya akan mempengaruhi pengembangan dalam
implikasi pemasaran seperti perencanaan produk, promosi, distribusi, dan
penetapan harga. Untuk mengembangkan
strategi yang efektif pemasar perlu mengidentifikasi aspek-aspek penting
kebudayaan dan memahami bagaimana mereka mempengaruhi konsumen. Sebagaimana strategi dalam penciptaan ragam
produk, segmentasi pasar, dan promosi yang dapat disesuaikan dengan budaya
masyarakat.
Beberapa perubahan pemasaran yang dapat mempengaruhi
kebudayaan, seperti :
1.
Tekanan pada kualitas
2.
Peranan wanita yang berubah
3.
Perubahan kehidupan keluarga
4.
Sikap yang berubah terhadap kerja dan kesenangan
5.
Waktu senggang yang meningkat
6.
Pembeliaan secara implusif
7.
Hasrat akan kenyamanan
TINJAUAN SUB-BUDAYA
Dalam tinjauan sub-budaya terdapat beberapa konteks
penilaian seperti :
1.
Afeksi dan Kognisi
Penilaian afeksi dan kognisi merupakan
penilaian terhadap suka atau tidak suka, perasaan emosional yang tindakannya
cenderung kearah berbagai objek atau ide serta kesiapan seseorang melakukan
tindakan atau aktivitas.
2.
Perilaku
Perilaku merupakan suatu bentuk kepribadian
yang dapat diartikan bentuk sifat-sifat yang ada pada diri individu, yang
ditentukan oleh faktor internal (motif, IQ, emosi, dan cara berpikir) dan
faktor eksternal (lingkungan fisik, keluarga, masyarakat, sekolah, dan
lingkungan alam).
3.
Faktor Lingkungan
Prinsip teori Gestalt ialah bahwa keseluruhan
lebih berarti daripada sebagai-bagian.
Sedangkan teori lapangan dari Kurt Lewin berpendapat tentang pentingnya
penggunaan dan pemanfaatan lingkungan.
Berdasarkan teori Gestalt dan lapangan bahwa faktor lingkungan merupakan
kekuatan yang sangat berpengaruh pada perilaku konsumen.
SUB-BUDAYA DAN
DEMOGRAFIS
Berdasarkan analisa dari bagian-bagian sub-budaya,
menunjukkan bahwa sebenarnya ada variabel yang terbentuk dari sub-budaya
demografis yang menjelaskan karakteristik suatu populasi dan dikelompokkan ke
dalam karakteristik yang sama. Variabel
yang termasuk ke dalam demografis, adalah :
a.
Sub Etnis Budaya
b.
Sub Budaya Agama
c.
Sub Budaya Geografis dan Regional
d.
Sub Budaya Usia
e.
Sub Budaya Jenis Kelamin
LINTAS BUDAYA (CROSS
CULTURAL CONSUMER BEHAVIOR)
Secara umum kebudayaan harus memiliki tiga karakteristik,
seperti :
1.
Kebudayaan dipelajari, merupakan kebudayaan yang
dimiliki setiap orang diperoleh melalui keanggotaan mereka di dalam suatu
kelompok yang menurunkan kebudayaannya dari suatu generasi ke generasi
berikutnya.
2.
Kebudayaan bersifat kait-mengkait, merupakan
setiap unsur dalam kebudayaan sangat berkaitan erat satu sama lain, misalnya
unsur agama berkaitan erat dengan unsur perkawinan, unsur bisnis berkaitan erat
dengan unsur status sosial.
3.
Kebudayaan dibagikan, merupakan prinsip-prinsip
serta kebudayaan menyebar kepada setiap anggota yang lain dalam suat kelompok.
STRATEGI PEMASARAN LINTAS BUDAYA
Kontrovesi berlanjut masih terjadi
mengenai sejauh mana strategi pemasaran lintas budaya, khususnya mengenai
periklanan, harus dibuat baku (standardized).
Strategi yang baku, kalau bisa, akan menghemat biaya.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar