Copyright © CORETAN PENA
Design by Dzignine
28 Mei 2014

Contoh Laporan Ilmiah

LAPORAN
EKSTERNALITAS SUMBER DAYA ALAM DALAM
KEGIATAN PERTAMBANGAN PASIR
DI SEKITAR GUNUNG MERAPI

 BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Indonesia, sering disebut sebagai Ring of Fire atau yang biasa disebut sebagai lingkaran api.  Disebut demikian karena Indonesia memiliki banyak gunung berapi dimulai dari sepanjang pantai Sumatera hingga sepanjang daerah Pulau Jawa.  Selain daerah-daerah tersebut, masih banyak lagi gunung-gunung berapi yang tersebar diwilayah Indonesia bagian Timur.

Gambar 1.1 Gunung berapi di Indonesia

Merapi adalah salah satu gunung berapi yang paling aktif di Indonesia.  Gunung ini memiliki ketinggian puncak 2968 meter diatas permukaan laut (per 2006).  Gunung yang terletak diantara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta ini merupakan gunung berapi yang berbahaya, menurut catatan Gunung berapi ini mengalami erupsi dalam kurun waktu dua sampai lima tahun sekali dan terjadi ditengah permukiman padat penduduk.
Karena seringnya gunung ini mengalami erupsi, daerah yang berada disekitar gunung ini melimpah dengan hasil pasir alaminya.  Daerah ini merupakan salah satu tambang pasir yang ada di Indonesia.  Sekitar gunung Merapi ini pulalah, banyak masyarakat yang menggantung hidupnya dengan mencari pasir disekitar lereng Merapi.  Hal ini menjadi positif saat masyarakat memperoleh matapencaharian dari situasi seperti ini.  Namun akan menjadi negatif saat masyarakat luar dari daerah tersebut menambang pasir dengan kapasitas yang sangat berlebih ditambah lagi daerah-daerah yang sebelumnya tidak diperbolehkan untuk menambang akhirnya oleh mereka dipergunakan sebagai area tambang.

1.2  Perumusan Masalah
Adanya kegiatan pertambangan disekitar Gunung Merapi, menjadikan wilayah ini rawan akan perusakan lingkungan. Dearah yang awalnya sebagai daerah resapan air hujan, lama-lama akan berubah fungsinya dan akan mengacaukan semua mata rantai yang sudah terjadi sebelumnya.
Perumusan masalah yang utama dari permasalahan ini adalah seberapa besar tingkat ekstaksi yang dilakukan oleh para penambang baik penambang legal maupun ilegal diarea sekitar Gunung Merapi.  Hal yang berkaitan dengan hal tersebut adalah :
   a.       Tingkat kerusakan lingkungan yang terjadi diarea pertambangan.
  b.      Dampak yang ditimbulkan dari adanya kegiatan pertambangan, baik dampak positif maupun dampak negatif.
   c.       Pengelolaan lingkungan dari daerah pertambangan.

1.3  Tujuan Penelitian
Tujuan dari adanya penelitian mengenai ekstraksi yang timbul akibat adanya pertambangan pasir di wilayah Gunung Merapi adalah :
   a.       Mempelajari tingkat kerusakan lingkungan yang timbul diarea pertambangan.
   b.      Mempelajari dampak yang ada akibat dari kegiatan pertambangan.
   c.       Memberikan cara pengelolaan lingkungan untuk daerah pertambangan.

1.4  Manfaat Penelitian
Manfaat dari adanya makalah ini ialah mampu memberikan informasi mengenai ekstraksi yang ditimbulkan dari adanya kegiatan pertambangan di daerah Gunung Merapi dan dapat memberikan saran kepada instansi pemerintahan terkait mengenai pengelolan daerah pertambangan.

BAB II
PEMBAHASAN

Gunung Merapi berada diantara dua provinsi yang berbeda, Provinsi Jawa Tengah dan daerah satunya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Provinsi Jawa Tengah meliputi Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten sedangkan untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berada di Kabupaten Sleman. Dari semua perbatasan yang ada, Gunung Merapi memiliki banyak aliran sungai yang berfungsi sebagai aliran lahar jika suatu saat Gunung Merapi akan meletus.
Salah satu daerah yang dialiri sungai-sungai ini adalah Kabupaten Magelang. Sungai yang dilewati aliran lahar gunung Merapi adalah Sungai Krasak, Sungai Putih dan Sungai Blongkeng.  Hampir semua sungai yang berada dilereng Gunung Merapi dijadikan sebagai lahan penambangan.
Kegiatan pertambangan disekitar lereng Merapi sudah terjadi sejak tahun 1930an, atau bisa dikatakan sejak masyarakat sekitar terkena bencana letusan gunung berapi yang membawa ribuan bahkan jutaan meter kubik material pasir.  Ketika itu Undang-Undang mengenai pertambangan belum terbentuk.  Pada saat itu masyarakat berbondong-bondong menambang pasir sisa dari letusan Gunung Merapi.  Hingga saat ini kegiatan tersebut masih dilakukan dan dianggap sebagai matapencaharian turun temurun di desa tersebut.

2.1  Kandungan Didalam Lereng Merapi
Didalam kandungan Gunung Merapi tidak hanya terdapat lahar panas, tetapi juga terdapat banyak material yang sangat bermanfaat bagi manusia.  Material tersebut dapat diambil saat Gunung Merapi sudah memuntahkan laharnya keluar dan menjadi sebuah endapan dialiran sungai.  Material inilah yang banyak diburu oleh masyarakat sekitar.
Di wilayah Gunung Merapi banyak dilakukan kegiatan penambangan bahan galian golongan C, maksudnya galian yang berupa pasir dan batu dari sisa aktivitas Gunung Merapi.  Di Kabupaten Magelang sendiri memiliki jenis batuan penyusun yang terdiri dari batuan sedimen.  Batuan sedimen merupakan susunan dari batuan Andesit, Breksi, Tufa, Aglomorat, Tufa Lapili dan Lava Andesit.  Susunan batuan tersebut biasanya terdapat pada bahan galian golongan C.  Jadi, pada dasarnya Kabupaten Magelang sendiri mempunyai potensi besar dalam Kegiatan Penambangan terlepas dari adanya wilayah tambang disekitar lereng Merapi.
Sampai tahun 2005, berdasarkan data Perekonomian Setda Kabupaten Magelang (2002), tercatat ada 11 tipe bahan galian Industri yang telah teridentifikasai secara makro (survey pendahulaun).  Namun demikian, dari 11 tipe bahan galian tersebut hanya 8 jenis bahan galian yang sudah dihitung potensi sumberdayanya.  Ke-8 jenis galian tersebut adalah Andesit, Trass, Tanah, Lempung, Urug, Oker, Kaolin, Batu, Gamping, Kristalin (Marmer) dan Sitru.  (Yudhistira, 2008)
Sumber Daya yang paling banyak di kawasan Gunung Merapi adalah bahan galian, seperti pasir kerikilan, bongkahan batu dan lava yang bersifat andesitik.  Bahan galian ini sangat diperlukan untuk pembangunan sarana fisik antara lain gedung, jembatan, jalan dan pembangunan lainnya.  Setiap pembangunan sarana fisik bahan yang sangat diperlukan adalah pasir dan batu.  Dengan menggunakan pasir dan batu setiap bangunan akan terihat kokoh dan kuat. 
Kualitas dari bahan galian di kawasan Gunung Merapi ini dikenal sebagai pasir dan batu yang berkualitas tinggi khususnya untuk didaerah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.  Lokasi pertambangan yang ada di Kabupaten Magelang rata-rata terletak di Kecamatan Dukun dan Kecamatan Srumbung.

2.2  Kegiatan Pertambangan
Kegiatan pertambangan yang sering terjadi di lereng Gunung Merapi sudah terjadi sejak tahun 1930an. Pada awalnya hanya menggunakan alat sederhana dan kegiatan pertambangannya pun dilakukan hanya dibeberapa tempat tertentu seperti pada bagian tengah sungai yang berhulu pada Gunung Merapi.  Sebagian dari masyarakat sekitar menjadikan kegiatan ini sebagai matapencaharian mereka sehari-hari dan sebagian lagi menjadikan ini sebagai pekerjaan sampingan.
Pemerintah mengatur kegiatan pertambangan ini dalam Perda No.1 Tahun 2008 tentang Usaha Pertambangan menggantikan Perda No.23 Tahun 2001 Tentang Izin Usaha Pertambangan.  Sesuai dengan Perda No. 1 Tahun 2008 Pasal 6 dijelaskan “Wilayah Pertambangan diatur oleh Bupati” maka peraturan yang lebih jelas dalam mengatur kegiatan pertambangan ini dituangkan dalam Surat Keputusan Bupati Nomor 19 Tahun 2004 tentang Pedoman dan Tata Cara Penataan dan Penertiban Pertambangan Bahan Galian Golongan C.
Salah satu dari pasal yang terdapat dari Surat Keputusan Bupati Nomor 19 Tahun 2004 menjelaskan bahwa kegiatan Penataan hanya mencakup dua Wilayah Pertambangan yang berada dilereng Gunung Merapi yaitu Kecamatan Srumbung dan Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Dalam melakukan kegiatan pertambangan pemerintah sudah mengaturnya dalam berbagai aturan.  Salah satu aturan yang harus ditaati jika ingin melakukan pertambangan adalah mempunyai izin secara tertulis untuk mendapatkan persetujuan dari pihak yang terkait.  Izin tersebut berupa SIPD (Surat Izin Pertambangan Daerah) yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat.
Menurut data dari Kantor Pertambangan dan Energi Kabupaten Magelang Tahun 2007 jumlah penambang yang berizin sebagimana tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1.1  Data Pemilik SIPD Kabupaten Magelang Tahun 2007
No.
Nama Perusahaan
Masa Berlaku
Jenis Usaha
Keterangan
1
PD. Aneka Usaha
9 Maret 2005 - 8 Maret 2008
Pasir
Izin Bupati
2
CV. Mitra Jaya
3 Juni 2005 – 3 Juni 2008
Pasir
Izin Bupati
3
CV. Jaya Abadi
20 Juli 2005 – 19 Juli 2008
Pasir
Izin Bupati
4
PT. Margola
12 April 2000 – 11 April 2010
Pasir
Izin Bupati
 Sumber    :  Kantor Pertambangan dan Energi, Tahun 2007

Meskipun Pemerintah sudah mengeluarkan SIPD, belum semua pengusaha tambang memiliki surat ini.  Banyak penambang ilegal yang dapat dijumpai disekitar area pertambangan.  Para penambang ilegal ini biasanya berasal dari luar daerah kawasan  lereng Merapi.
Tidaklah mengherankan jika kawasan ini menjadi daya tarik yang luar biasa bagi masyarakat di sekitar Jawa Tengah.  Namun kuantitas antara penambang dari luar kawasan Merapi dengan penambang didaerah Merapi tidak terlalu signifikan.  Menambang pasir bagi sebagian orang adalah cara yang mudah untuk mendapatkan uang, karena masyarakat berfikir tidak memerlukan keterampilan khusus dalam melakukan pekerjaan ini.
Bayangkan saja hanya dengan bermodal sekop, mampu memperoleh Rp 90.000 sampai dengan Rp. 150.000 perhari. Rata-rata para pencari tambang ini berusia 20 – 40 tahun dan mereka telah menjadikan kegiatan ini sebagai pekerjaan pokok mereka.
Dengan kuantitas penambang yang semakin hari semakin meningkat, menyebabkan area tambang pasir dan batuan ini semakin menipis akan hasil dari alamnya.  Banyak para penambang yang telah melanggar area yang tidak diperbolehkan untuk menambang.  Para penambang yang melanggar batas area pertambangan ini biasanya mereka adalah para penambang ilegal.  Para penambang ini menambang tanpa memperhatikan alur sungai yang ada bahkan ada juga yang memperluas area tambangnya hingga masuk kawasan Taman Nasional Gunung Merapi.
Hal- hal tersebut yang mengundang kemarahan warga karena meresahkan warga sekitar.  Selain merusak lingkungan, kegiatan mereka mampu mematikan sumber mata air yang ada.  Bahkan masyarakat sekitar terus menggalakan aksi protes mereka terhadap kegiatan pertambangan pasir yang sudah memasuki kawasan Taman Nasional Gunung Merapi.
Dapat kita lihat perubahan yang signifikan terjadi dilereng-lereng Gunung Merapi, banyak truck dan alat-alat berat terlihat disetiap alur sungai.  Gambaran alur sungai yang indah pada beberapa tahun lalu kini berubah menjadi lubang-lubang bekas pengerukkan pasir ditengah sungai.

Gambar 1.2  Kegiatan Pertambangan di Alur Sungai.  Foto : Aji Wihardandi

Penambangan dilakukan dengan cara pengerukkan tanah permukaan sampai pada lapisan pasir yang akan ditambang dengan menggunakan exavator dan pasir yang dimuat di dump Truck untuk kemudian dijual kepasaran.  Peralatan yang sering digunakan dalam proses pertambangan adalah exavator kelas 20 ton kapasitas 16m3 / jam dan dump truck kapasitas 4m3.

2.3   Ekstraksi yang Timbul dari Kegiatan Pertambangan
Bak dua bilah mata pedang yang saling bersinggungan, kegiatan pertambangan dilereng Gunung Merapi ini selain memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan juga memberikan dampak yang positif bagi sebagian pihak. Berikut penjelasan dari eksraaksi yang ada dari kegiatan pertambangan pasir dilereng Gunung Merapi.

2.3.1 Dampak Positif dari Kegiatan Pertambangan
a.             Bagi sebagaian masyarakat, adanya lahan pertambangan pasir ini merupakan adanya lahan pekerjaan baru yang mungkin dapat mereka olah sebagai sumber penghidupan mereka sehari-hari.  Meskipun sebagaian masyarakat sekitar ada yang menolak, para penambang ini pun tidak pernah berpaling dari pekerjaan yang telah menghidupi mereka selama puluhan tahun ini.
     Semua itu dikarenakan minimnya tingkat pendidikan mereka sehingga mereka beranggapan bahwa hanya pekerjaan seperti itu saja yang mungkin cocok untuk mereka karena pekerjaan ini tidak membutuhkan suatu keterampilan khusus dan tidak membutuhkan modal yang besar.  Selain itu pekerjaan ini tidak mengharuskan para pekerjanya memiliki syarat pendidikan.

Tabel 1.2  Data Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Keningar, Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah
1.
Tamat Perguruan Tinggi
8
2.
Tamat SLTA
47
3.
Tamat SLTP
132
4.
Tamat SD
284
5.
Belum Tamat SD
32
6.
Tidak Sekolah
52
TOTAL
555
Sumber            :  Data Monografi Desa Keningar Tahun 2007. Yudhistira, 2008

b.           Kegiatan ini memberikan dampak positif bagi sumber pendapatan daerah.  Diprovinsi lain seperti di Kecamatan Cangkringan, pemerintah setempat membebankan pungutan retribusi angkutan.  Sesuai dengan Peraturan No.37 Tahun 2011, retribusi angkutan material dibedakan menjadi tiga golongan, yakni :
·         Truk pengangkut batu berukuran sedang dikenakan pungutan sebesar Rp. 7.500,-
·         Truk pengangkut pasir karkal dikenakan pungutan sebesar Rp. 15.000,-
·         Truk pengangkut batu berukuran besar dikenakan pungutan sebesar Rp.  24.000,-
Dari hasil pungutan tersebut, sebagaian uang disetorkan ke Pemerintah Kabupaten Kepala Bidang Pendaftaran dan Pendataan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sleman.  Hingga 24 Juli 2012, pendapatan yang masuk dari retribusi normalisasi sungai mencapai Rp 3,6 miliar lebih.
c.            Dengan adanya kegitan pertambangan pasir ini, membantu Pemerintah untuk menormalisasikan kembali fungsi sungai yang sebelumnya telah tertimbun material lahar dari Gunung Merapi.  Seringkali terdengar ketika Gunung Merapi meletus pastilah mengeluarkan lahar panasnya, lahar tersebut mengalir disetiap aliran sungai yang ada disekitarnya.  Pada saat itulah sungai-sungai tertutup oleh material-material Gunung Merapi.  Posisi inilah yang tepat untuk melakukan normalisasi sungai.
  
2.3.2  Dampak Negatif dari Kegiatan Pertambangan
Selain ada dampak positif pastilah ada pula dampak negatifnya.  Berikut penjelasan dari dampak negatif adanya kegiatan Pertambangan pasir dilereng Gunung Merapi.
a.            Tentunya sudah tidak mengherankan lagi, dimana ada pertambangan pasti disana adapula hasil ekstraksi yang berupa kerusakan lingkungan.  Tidak hanya tambang emas saja yang mendapatkan hasil ekstraksi seperti ini, tambang pasir pun mungkin untuk mendapatkan hasil ekstraksi semacam ini. Banyak Lembaga Swadaya Masyarakat yang meneriakkan dampak buruk kegiatan pertambangan salah satunya yaitu WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) dan JATAM (Jaringan Advokasi Tambang).
     Salah satu contohnya yaitu banyaknya penambang pasir yang mulai memasuki wilayah Taman Nasional Gunung Merapi, mengakibatkan fungsi awal Taman Nasional yang digunakan untuk kawasan tangkapan air masyarakat,  kini lama-kelamaan sumber mata air tersebut menurun drastis.  Tingkat kesuburan tanah yang berada disekitar aliran sungai pun sudah menurun.  Selain itu tingginya proses kegiatan pertambangan membuat perubahan kondisi alam pada daerah sekitar yang awalnya daerah yang indah menjadi daerah yang panas dan gersang. Aliran sungai yang awalnya terlihat indah kini sudah banyak lubang-lubang besar ditengah sungai.

Gambar 1.3  Kondisi Alam Sekitar Gunung Merapi

     Selain itu sifat para penambang yang kurang memperhatikan lingkungan sekitar, ikut andil dalam proses percepatan kerusakan lingkungan.  Sebagian para penambang tidak memperhatikan alur suungai yang ada.  Padahal daerah yang mereka keruk adalah tikungan aliran sungai, yang jika secara terus menerus dikeruk dikhawatirkan akan mengakibatkan aliran air tersebut mengarah ke perkampungan.
b.        Selain kerusakan lingkungan, dampak negatif dari adanya kegiatan pertambangan ini adalah rusaknya fasilitas umum seperti jalan.  Jalan yang sering dilewati truk-truck besar yang bertonase tinggi membuat jalanan sekitar cepat berlubang.  Hal seperti ini membuat warga sekitar merasa tidak nyaman dalam mempergunakan fasilitas umum tersebut.  Ditambah lagi warga sekitar harus berbagi jalan dengan truk-truk besar, membuat para pengguna jalan tersebut merasa khawatir jika sedang bersebelahan dengan truk-truk tersebut.
c.            Kegiatan pertambangan pasir ini juga dapat memakan korban jiwa.  Para penambang yang tidak hati-hati dan terlalu dekat dengan kawasan Taman Nasional Gunung Merapi bisa saja terkena lahar dingin Merapi saat sedang melakukan proses penambangan.  Hal seperti ini sudah sering terjadi dan telah memakan banyak korban.  Kepala Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Magelang, Dwi Koendarto, membenarkan bahwa deposit pasir Merapi di sungai telah habis.  Namun kegiatan pertambangan tetap berlangsung hingga kini akibatnya mereka merambah pasir Taman Nasional.  Selain itu, saat lahar dingin Gunung Merapi datang, para penambang kurang mewaspadai akan hal seperti ini.  Alhasil, sering terdengar dimedia masa banyak truk-truk yang terjebak dalam lahar dingin.
d.           Selain hal-hal tersebut diatas, kegiatan pertambangan ini juga dapat memicu adanya konflik sosial dimasyarakat.  Konflik bisa terjadi antar sesama para pekerja tambang, sesama para pengelola alat berat, para pemilik alat berat dan pengelola maupun dengan para pemilik lahan yang akan ditambang.  Konflik ini bisa dipicu oleh adanya rasa ingin memonopoli lahan-lahan tambang yang ada didaerah tersebut.
e.             Dampak negatif lainnya dari adanya pertambangan pasir ini adalah kurangnya minat para remaja untuk melanjutkan pendidikan mereka.  Mereka lebih mementingkan persaingan hidup dengan memenuhi kebutuhan kemewahan mereka.  Untuk itu mereka lebih mengutamakan bekerja diwilayah tambang karena mampu menghasilkan uang Rp. 90.000,- sampai dengan Rp. 150.000,- per hari tanpa harus memiliki keterampilan khusus dan modal yang besar.

2.4  Solusi dari Penyelesaian Masalah Pertambangan
Masalah Pertambangan yang terjadi pada umumnya tidak terlepas dari masalah kerusakan lingkungan.  Solusi dari setiap masalah berbeda-beda tergantung jenis pertambangan apa yang ada. Mungkin saran berikut ini lebih bersifat pendapat pribadi. Berikut ini beberapa saran dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang hadir disetiap daerah pertambangan.
a.       Pemerintah seharusnya bertindak tegas, terhadap penambang-penambang liar yang berkeliaran didaerah pertambangan.  Dengan memberikan sanksi akan tindakan mereka dan pemerintah bekerjasama dengan aparat terkait lebih meningkatkan kembali keamanan dijalur masuk dan keluar area tambang.
Selain itu, pemerintah harus mempunyai aturan yang tegas dan jelas kepada para pengelola dan pemilik lahan tambang, agar mereka tidak mudah bertindak sesuka hati mereka dalam menambang pasir.  Mereka juga harus memperhatikan setiap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika mereka menambang ditempat tersebut.
Salah satu contoh aturan yang telah diperbaharui yaitu aturan yang ada di Kabupaten Sleman Yogyakarta, pemerintah setempat telah membuat peraturan baru bagi penambang pasir Merapi.  Peraturan ini antar lain waktu penambangan dibatasi menjadi hanya 12 jam dari pukul 06.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB serta jumlah muatan truk tidak boleh lebih dari 4 meter kubik dengan berat sekitar 6 ton.
Peraturan ini cukup membantu, karena membatasi kegiatan para penambang agar tidak secara cepat merusak lingkungan.
b.      Pemerintah seharusnya memberi aturan, saat perizinan penambangan sudah berakhir para pengelola lahan pertambangan berkewajiban menanam pohon disekitar pinggiran sungai area yang mereka tambang.  Bertujuan agar fungsi sungai kembali seperti semula dan wajah sungai tidak gersang dan panas.
c.       Harus ada kesadaran dari masyarakat sendiri bahwa pendidikan itu sebenarnya penting, atau bisa dengan cara lain dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa pekerjaan menambang pasir tidak selamanya akan memberikan penghidupan bagi mereka.  Kapasitas pasir yang semakin hari semakin menipis, membuat percepatan kegiatan pertambangan segara berakhir.
Untuk itu masyarakat disekitar diminta untuk tidak menggantungkan hidup mereka pada pekerjaan ini saja, dan untuk memperbaiki kehidupan mereka kearah yang lebih baik mereka harus memiliki keterampilan yang bisa mereka dapatkan dibangku pendidikan.
d.      Untuk masalah konflik sosial yang sering terjadi area tambang, pemerintah seharusnya mampu menengahi dan menjembatani antara para penambang, pengelola dan pemilik lahan.  Harus ada musyawarah untuk mencapai suatu kesepakatan dan keadilan antara satu sama lainnya.
Atau bisa dengan cara lain, pemerintah membuat suatu wadah dimana para pekerja, pengelola dan pemilik lahan mampu bertukar pikiran satu sama lainnya.  Untuk mewujudkan hubungan yang baik secara berkelanjutan baik sewaktu masih bekerja dipertambangan maupun tidak.
  
BAB III
PENUTUP

Manusia hidup dibumi tidaklah sendiri.  Mereka diciptakan bersama makhluk ciptaan Tuhan lainnya seperti hewan dan tumbuhan. Namun, manusia diciptakan dengan derajat yang lebih tinggi dibanding dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya.  Itu semua bukan berarti manusia berhak melakukan semaunya terhadap hewan dan tumbuhan. 
Manusia harus hidup rukun berdampingan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya.  Semua itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan setiap hal yang ada disekeliling kita.  Salah satunya Sumber Daya Alam, memanfaatkan Sumber Daya Alam merupakan wujud adanya suatu pembangunan.  Hal itu bagus untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di negara ini.  Akan tetapi, dalam pemanfaatan Sumber Daya Alam ini haruslah seimbang dengan apa yang kita lakukan untuk alam sekitar.
Sehingga pemanfaatan Sumber Daya Alam dapat berjalan dengan lancar, mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan juga mengurangi kerusakan lingkungan yang ada.  Dari penjelasan diatas rata-rata kegiatan pertambangan berakibat langsung terhadap lingkungan.  Banyak diantara para penambang kurang memperhatikan secara langsung akibat yang mungkin dialami jika menambang tanpa adanya kontribusi sesudahnya terhadap kelangsungan pertumbuhan lingkungan.
Melalui makalah ini, penulis menyarankan kepada para penambang agar sebelum melakukan kegiatan pertambangan harus ada perencanaan terhadap pembaharuan lingkungan nantinya.  Supaya dapat memanfaatkan Sumber Daya Alam secara berkelanjutan dan dapat dinikmati dari generasi sekarang hingga generasi selanjutnya dan begitu pun seterusnya.
Selain itu, dalam hal ini pemerintah serharusnya bekerja sama dengan masyarakat dan aparat setempat untuk menjaga dan melindungi area tambang dari tangan-tangan tidak bertangguungjawab seperti penambang liar.  Pemerintah setempat juga seharusnya lebih banyak menyediakan lapangan kerja lain diarea sekitar tambang guna mengalihkan masyarakat dari pekerjaan menambang pasir ke pekerjaan lainnya.


                                                                                                  DAFTAR PUSTAKA

Yudhistira., 2008, Kajian Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Pasir di Daerah Kawasan Gunung Merapi (Studi Kasus di Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, Tesis MIL UNDIP.

Nurlitawati, Ari., 2010. Penambang pasir Lereng Merapi : Antara Berkah dan Musibah, http://anurlita.wordpress.com/artikel-ku/penambangan-pasir-lereng-merapi/
Wihardandi, Aji., 2012. Tambang Pasir Merapi Menggerus Alam dan Kesehatan Warga Cangkringan, http://www.mongabay.co.id/2012/09/20/tambang-pasir-merapi-menggerus-alam-dan-kesehatan-warga-cangkringan/#ixzz29vcgXMQC. Diakses pada 20 September 2012
Ukaka, 2012, Dilema Penertiban Penambangan Pasir Merapi, http://ukukaka.blogspot.com/2012/02/dilema-penertiban-penambangan-pasir.html. Diakses pada 29 Februari 2012
Zakaria, Anang., 2010, Penambangan Pasir Ilegal Meluas Hingga Taman Nasional Gunung Merapi, http://www2.tempo.co/read/news/2010/10/19/177285738/Penambangan-Pasir-Ilegal-Meluas-Hingga-Taman-Nasional-Gunung-Merapi. Diakses pada 19 Oktober 2010
Parwito, 2012, Longsoran Material Merapi Ancam 2 Sungai dan 3 Desa, http://www.merdeka.com/peristiwa/longsoran-material-merapi-ancam-2-sungai-dan-3-desa.html. Diakses pada 13 Juli 2012
Parwito, 2012, Debit Mata Air di Gunung Merapi Turun Drastis, http://www.merdeka.com/peristiwa/debit-mata-air-di-gunung-merapi-turun-drastis.html. Diakses pada 26 Juni 2012

0 comments:

Posting Komentar