LAPORAN
EKSTERNALITAS SUMBER DAYA ALAM DALAM
KEGIATAN PERTAMBANGAN PASIR
DI SEKITAR GUNUNG MERAPI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia, sering
disebut sebagai Ring of Fire atau
yang biasa disebut sebagai lingkaran api.
Disebut demikian karena Indonesia memiliki banyak gunung berapi dimulai
dari sepanjang pantai Sumatera hingga sepanjang daerah Pulau Jawa. Selain daerah-daerah tersebut, masih banyak
lagi gunung-gunung berapi yang tersebar diwilayah Indonesia bagian Timur.
Gambar 1.1 Gunung
berapi di Indonesia
Merapi adalah salah
satu gunung berapi yang paling aktif di Indonesia. Gunung ini memiliki ketinggian puncak 2968
meter diatas permukaan laut (per 2006).
Gunung yang terletak diantara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta ini merupakan gunung berapi yang berbahaya, menurut catatan Gunung
berapi ini mengalami erupsi dalam kurun waktu dua sampai lima tahun sekali dan
terjadi ditengah permukiman padat penduduk.
Karena seringnya gunung
ini mengalami erupsi, daerah yang berada disekitar gunung ini melimpah dengan
hasil pasir alaminya. Daerah ini
merupakan salah satu tambang pasir yang ada di Indonesia. Sekitar gunung Merapi ini pulalah, banyak
masyarakat yang menggantung hidupnya dengan mencari pasir disekitar lereng Merapi. Hal ini menjadi positif saat masyarakat
memperoleh matapencaharian dari situasi seperti ini. Namun akan menjadi negatif saat masyarakat
luar dari daerah tersebut menambang pasir dengan kapasitas yang sangat berlebih
ditambah lagi daerah-daerah yang sebelumnya tidak diperbolehkan untuk menambang
akhirnya oleh mereka dipergunakan sebagai area tambang.
1.2
Perumusan
Masalah
Adanya
kegiatan pertambangan disekitar Gunung Merapi, menjadikan wilayah ini rawan
akan perusakan lingkungan. Dearah yang awalnya sebagai daerah resapan air
hujan, lama-lama akan berubah fungsinya dan akan mengacaukan semua mata rantai
yang sudah terjadi sebelumnya.
Perumusan
masalah yang utama dari permasalahan ini adalah seberapa besar tingkat ekstaksi
yang dilakukan oleh para penambang baik penambang legal maupun ilegal diarea
sekitar Gunung Merapi. Hal yang
berkaitan dengan hal tersebut adalah :
a. Tingkat
kerusakan lingkungan yang terjadi diarea pertambangan.
b. Dampak
yang ditimbulkan dari adanya kegiatan pertambangan, baik dampak positif maupun
dampak negatif.
c. Pengelolaan
lingkungan dari daerah pertambangan.
1.3
Tujuan
Penelitian
Tujuan
dari adanya penelitian mengenai ekstraksi yang timbul akibat adanya
pertambangan pasir di wilayah Gunung Merapi adalah :
a. Mempelajari
tingkat kerusakan lingkungan yang timbul diarea pertambangan.
b. Mempelajari
dampak yang ada akibat dari kegiatan pertambangan.
c. Memberikan
cara pengelolaan lingkungan untuk daerah pertambangan.
1.4
Manfaat
Penelitian
Manfaat
dari adanya makalah ini ialah mampu memberikan informasi mengenai ekstraksi
yang ditimbulkan dari adanya kegiatan pertambangan di daerah Gunung Merapi dan
dapat memberikan saran kepada instansi pemerintahan terkait mengenai pengelolan
daerah pertambangan.
BAB
II
PEMBAHASAN
Gunung
Merapi berada diantara dua provinsi yang berbeda, Provinsi Jawa Tengah dan
daerah satunya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Provinsi Jawa Tengah
meliputi Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten sedangkan
untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berada di Kabupaten Sleman. Dari
semua perbatasan yang ada, Gunung Merapi memiliki banyak aliran sungai yang
berfungsi sebagai aliran lahar jika suatu saat Gunung Merapi akan meletus.
Salah
satu daerah yang dialiri sungai-sungai ini adalah Kabupaten Magelang. Sungai
yang dilewati aliran lahar gunung Merapi adalah Sungai Krasak, Sungai Putih dan
Sungai Blongkeng. Hampir semua sungai
yang berada dilereng Gunung Merapi dijadikan sebagai lahan penambangan.
Kegiatan
pertambangan disekitar lereng Merapi sudah terjadi sejak tahun 1930an, atau
bisa dikatakan sejak masyarakat sekitar terkena bencana letusan gunung berapi
yang membawa ribuan bahkan jutaan meter kubik material pasir. Ketika itu Undang-Undang mengenai pertambangan
belum terbentuk. Pada saat itu
masyarakat berbondong-bondong menambang pasir sisa dari letusan Gunung
Merapi. Hingga saat ini kegiatan
tersebut masih dilakukan dan dianggap sebagai matapencaharian turun temurun di
desa tersebut.
2.1 Kandungan Didalam Lereng Merapi
Didalam kandungan
Gunung Merapi tidak hanya terdapat lahar panas, tetapi juga terdapat banyak
material yang sangat bermanfaat bagi manusia.
Material tersebut dapat diambil saat Gunung Merapi sudah memuntahkan
laharnya keluar dan menjadi sebuah endapan dialiran sungai. Material inilah yang banyak diburu oleh
masyarakat sekitar.
Di wilayah Gunung
Merapi banyak dilakukan kegiatan penambangan bahan galian golongan C, maksudnya
galian yang berupa pasir dan batu dari sisa aktivitas Gunung Merapi. Di Kabupaten Magelang sendiri memiliki jenis
batuan penyusun yang terdiri dari batuan sedimen. Batuan sedimen merupakan susunan dari batuan
Andesit, Breksi, Tufa, Aglomorat, Tufa Lapili dan Lava Andesit. Susunan batuan tersebut biasanya terdapat
pada bahan galian golongan C. Jadi, pada
dasarnya Kabupaten Magelang sendiri mempunyai potensi besar dalam Kegiatan
Penambangan terlepas dari adanya wilayah tambang disekitar lereng Merapi.
Sampai
tahun 2005, berdasarkan data Perekonomian Setda Kabupaten Magelang (2002),
tercatat ada 11 tipe bahan galian Industri yang telah teridentifikasai secara
makro (survey pendahulaun). Namun
demikian, dari 11 tipe bahan galian tersebut hanya 8 jenis bahan galian yang
sudah dihitung potensi sumberdayanya.
Ke-8 jenis galian tersebut adalah Andesit, Trass, Tanah, Lempung, Urug,
Oker, Kaolin, Batu, Gamping, Kristalin (Marmer) dan Sitru. (Yudhistira, 2008)
Sumber Daya yang paling
banyak di kawasan Gunung Merapi adalah bahan galian, seperti pasir kerikilan,
bongkahan batu dan lava yang bersifat andesitik. Bahan galian ini sangat diperlukan untuk
pembangunan sarana fisik antara lain gedung, jembatan, jalan dan pembangunan
lainnya. Setiap pembangunan sarana fisik
bahan yang sangat diperlukan adalah pasir dan batu. Dengan menggunakan pasir dan batu setiap
bangunan akan terihat kokoh dan kuat.
Kualitas dari bahan
galian di kawasan Gunung Merapi ini dikenal sebagai pasir dan batu yang
berkualitas tinggi khususnya untuk didaerah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta. Lokasi pertambangan yang ada
di Kabupaten Magelang rata-rata terletak di Kecamatan Dukun dan Kecamatan
Srumbung.
2.2 Kegiatan Pertambangan
Kegiatan pertambangan
yang sering terjadi di lereng Gunung Merapi sudah terjadi sejak tahun 1930an. Pada
awalnya hanya menggunakan alat sederhana dan kegiatan pertambangannya pun
dilakukan hanya dibeberapa tempat tertentu seperti pada bagian tengah sungai
yang berhulu pada Gunung Merapi. Sebagian
dari masyarakat sekitar menjadikan kegiatan ini sebagai matapencaharian mereka
sehari-hari dan sebagian lagi menjadikan ini sebagai pekerjaan sampingan.
Pemerintah mengatur
kegiatan pertambangan ini dalam Perda No.1 Tahun 2008 tentang Usaha
Pertambangan menggantikan Perda No.23 Tahun 2001 Tentang Izin Usaha Pertambangan. Sesuai dengan Perda No. 1 Tahun 2008 Pasal 6
dijelaskan “Wilayah Pertambangan diatur oleh Bupati” maka peraturan yang lebih
jelas dalam mengatur kegiatan pertambangan ini dituangkan dalam Surat Keputusan
Bupati Nomor 19 Tahun 2004 tentang Pedoman dan Tata Cara Penataan dan
Penertiban Pertambangan Bahan Galian Golongan C.
Salah satu dari pasal
yang terdapat dari Surat Keputusan Bupati Nomor 19 Tahun 2004 menjelaskan bahwa
kegiatan Penataan hanya mencakup dua Wilayah Pertambangan yang berada dilereng
Gunung Merapi yaitu Kecamatan Srumbung dan Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang,
Jawa Tengah.
Dalam melakukan
kegiatan pertambangan pemerintah sudah mengaturnya dalam berbagai aturan. Salah satu aturan yang harus ditaati jika
ingin melakukan pertambangan adalah mempunyai izin secara tertulis untuk
mendapatkan persetujuan dari pihak yang terkait. Izin tersebut berupa SIPD (Surat Izin
Pertambangan Daerah) yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat.
Menurut data dari
Kantor Pertambangan dan Energi Kabupaten Magelang Tahun 2007 jumlah penambang
yang berizin sebagimana tabel 1.1 berikut ini.
Tabel
1.1 Data Pemilik SIPD Kabupaten Magelang
Tahun 2007
No.
|
Nama
Perusahaan
|
Masa
Berlaku
|
Jenis
Usaha
|
Keterangan
|
1
|
PD. Aneka Usaha
|
9 Maret 2005 -
8 Maret 2008
|
Pasir
|
Izin Bupati
|
2
|
CV. Mitra Jaya
|
3 Juni 2005 –
3 Juni 2008
|
Pasir
|
Izin Bupati
|
3
|
CV. Jaya Abadi
|
20 Juli 2005 –
19 Juli 2008
|
Pasir
|
Izin Bupati
|
4
|
PT. Margola
|
12 April 2000
– 11 April 2010
|
Pasir
|
Izin Bupati
|
Sumber : Kantor Pertambangan dan Energi, Tahun 2007
Meskipun Pemerintah
sudah mengeluarkan SIPD, belum semua pengusaha tambang memiliki surat ini. Banyak penambang ilegal yang dapat dijumpai
disekitar area pertambangan. Para penambang
ilegal ini biasanya berasal dari luar daerah kawasan lereng Merapi.
Tidaklah mengherankan
jika kawasan ini menjadi daya tarik yang luar biasa bagi masyarakat di sekitar
Jawa Tengah. Namun kuantitas antara
penambang dari luar kawasan Merapi dengan penambang didaerah Merapi tidak
terlalu signifikan. Menambang pasir bagi
sebagian orang adalah cara yang mudah untuk mendapatkan uang, karena masyarakat
berfikir tidak memerlukan keterampilan khusus dalam melakukan pekerjaan ini.
Bayangkan saja hanya
dengan bermodal sekop, mampu memperoleh Rp 90.000 sampai dengan Rp. 150.000
perhari. Rata-rata para pencari tambang ini berusia 20 – 40 tahun dan mereka
telah menjadikan kegiatan ini sebagai pekerjaan pokok mereka.
Dengan kuantitas
penambang yang semakin hari semakin meningkat, menyebabkan area tambang pasir
dan batuan ini semakin menipis akan hasil dari alamnya. Banyak para penambang yang telah melanggar
area yang tidak diperbolehkan untuk menambang.
Para penambang yang melanggar batas area pertambangan ini biasanya
mereka adalah para penambang ilegal.
Para penambang ini menambang tanpa memperhatikan alur sungai yang ada
bahkan ada juga yang memperluas area tambangnya hingga masuk kawasan Taman
Nasional Gunung Merapi.
Hal- hal tersebut yang
mengundang kemarahan warga karena meresahkan warga sekitar. Selain merusak lingkungan, kegiatan mereka
mampu mematikan sumber mata air yang ada.
Bahkan masyarakat sekitar terus menggalakan aksi protes mereka terhadap
kegiatan pertambangan pasir yang sudah memasuki kawasan Taman Nasional Gunung
Merapi.
Dapat kita lihat
perubahan yang signifikan terjadi dilereng-lereng Gunung Merapi, banyak truck
dan alat-alat berat terlihat disetiap alur sungai. Gambaran alur sungai yang indah pada beberapa
tahun lalu kini berubah menjadi lubang-lubang bekas pengerukkan pasir ditengah
sungai.
Gambar 1.2 Kegiatan Pertambangan di Alur Sungai. Foto : Aji Wihardandi
Penambangan dilakukan
dengan cara pengerukkan tanah permukaan sampai pada lapisan pasir yang akan
ditambang dengan menggunakan exavator dan pasir yang dimuat di dump Truck untuk
kemudian dijual kepasaran. Peralatan
yang sering digunakan dalam proses pertambangan adalah exavator kelas 20 ton
kapasitas 16m3 / jam dan dump truck kapasitas 4m3.
2.3
Ekstraksi yang Timbul dari Kegiatan
Pertambangan
Bak
dua bilah mata pedang yang saling bersinggungan, kegiatan pertambangan dilereng
Gunung Merapi ini selain memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan juga
memberikan dampak yang positif bagi sebagian pihak. Berikut penjelasan dari eksraaksi
yang ada dari kegiatan pertambangan pasir dilereng Gunung Merapi.
2.3.1
Dampak Positif dari Kegiatan Pertambangan
a. Bagi sebagaian masyarakat, adanya lahan pertambangan
pasir ini merupakan adanya lahan pekerjaan baru yang mungkin dapat mereka olah
sebagai sumber penghidupan mereka sehari-hari.
Meskipun sebagaian masyarakat sekitar ada yang menolak, para penambang
ini pun tidak pernah berpaling dari pekerjaan yang telah menghidupi mereka
selama puluhan tahun ini.
Semua itu dikarenakan minimnya tingkat
pendidikan mereka sehingga mereka beranggapan bahwa hanya pekerjaan seperti itu
saja yang mungkin cocok untuk mereka karena pekerjaan ini tidak membutuhkan
suatu keterampilan khusus dan tidak membutuhkan modal yang besar. Selain itu pekerjaan ini tidak mengharuskan
para pekerjanya memiliki syarat pendidikan.
Tabel
1.2 Data Tingkat Pendidikan Masyarakat
Desa Keningar, Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
No.
|
Tingkat Pendidikan
|
Jumlah
|
1.
|
Tamat Perguruan Tinggi
|
8
|
2.
|
Tamat SLTA
|
47
|
3.
|
Tamat SLTP
|
132
|
4.
|
Tamat SD
|
284
|
5.
|
Belum Tamat SD
|
32
|
6.
|
Tidak Sekolah
|
52
|
TOTAL
|
555
|
Sumber :
Data Monografi Desa Keningar Tahun 2007. Yudhistira, 2008
b. Kegiatan ini memberikan dampak positif
bagi sumber pendapatan daerah. Diprovinsi
lain seperti di Kecamatan Cangkringan, pemerintah setempat membebankan pungutan
retribusi angkutan. Sesuai dengan
Peraturan No.37 Tahun 2011, retribusi angkutan material dibedakan menjadi tiga
golongan, yakni :
·
Truk pengangkut batu
berukuran sedang dikenakan pungutan sebesar Rp. 7.500,-
·
Truk pengangkut pasir
karkal dikenakan pungutan sebesar Rp. 15.000,-
·
Truk pengangkut batu
berukuran besar dikenakan pungutan sebesar Rp.
24.000,-
Dari
hasil pungutan tersebut, sebagaian uang disetorkan ke Pemerintah Kabupaten
Kepala Bidang Pendaftaran dan Pendataan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Sleman. Hingga 24 Juli 2012, pendapatan
yang masuk dari retribusi normalisasi sungai mencapai Rp 3,6 miliar lebih.
c. Dengan adanya kegitan pertambangan pasir
ini, membantu Pemerintah untuk menormalisasikan kembali fungsi sungai yang
sebelumnya telah tertimbun material lahar dari Gunung Merapi. Seringkali terdengar ketika Gunung Merapi
meletus pastilah mengeluarkan lahar panasnya, lahar tersebut mengalir disetiap
aliran sungai yang ada disekitarnya.
Pada saat itulah sungai-sungai tertutup oleh material-material Gunung
Merapi. Posisi inilah yang tepat untuk
melakukan normalisasi sungai.
2.3.2 Dampak Negatif dari Kegiatan Pertambangan
Selain ada dampak
positif pastilah ada pula dampak negatifnya.
Berikut penjelasan dari dampak negatif adanya kegiatan Pertambangan
pasir dilereng Gunung Merapi.
a. Tentunya sudah tidak mengherankan lagi,
dimana ada pertambangan pasti disana adapula hasil ekstraksi yang berupa kerusakan
lingkungan. Tidak hanya tambang emas
saja yang mendapatkan hasil ekstraksi seperti ini, tambang pasir pun mungkin
untuk mendapatkan hasil ekstraksi semacam ini. Banyak Lembaga Swadaya
Masyarakat yang meneriakkan dampak buruk kegiatan pertambangan salah satunya
yaitu WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) dan JATAM (Jaringan Advokasi Tambang).
Salah satu contohnya yaitu banyaknya
penambang pasir yang mulai memasuki wilayah Taman Nasional Gunung Merapi,
mengakibatkan fungsi awal Taman Nasional yang digunakan untuk kawasan tangkapan
air masyarakat, kini lama-kelamaan
sumber mata air tersebut menurun drastis.
Tingkat kesuburan tanah yang berada disekitar aliran sungai pun sudah
menurun. Selain itu tingginya proses
kegiatan pertambangan membuat perubahan kondisi alam pada daerah sekitar yang
awalnya daerah yang indah menjadi daerah yang panas dan gersang. Aliran
sungai yang awalnya terlihat indah kini sudah banyak lubang-lubang besar
ditengah sungai.
Gambar
1.3 Kondisi Alam Sekitar Gunung Merapi
Selain itu sifat para penambang
yang kurang memperhatikan lingkungan sekitar, ikut andil dalam proses
percepatan kerusakan lingkungan.
Sebagian para penambang tidak memperhatikan alur suungai yang ada. Padahal daerah yang mereka keruk adalah
tikungan aliran sungai, yang jika secara terus menerus dikeruk dikhawatirkan
akan mengakibatkan aliran air tersebut mengarah ke perkampungan.
b.
Selain kerusakan lingkungan, dampak negatif
dari adanya kegiatan pertambangan ini adalah rusaknya fasilitas umum seperti
jalan. Jalan yang sering dilewati
truk-truck besar yang bertonase tinggi membuat jalanan sekitar cepat
berlubang. Hal seperti ini membuat warga
sekitar merasa tidak nyaman dalam mempergunakan fasilitas umum tersebut. Ditambah lagi warga sekitar harus berbagi
jalan dengan truk-truk besar, membuat para pengguna jalan tersebut merasa
khawatir jika sedang bersebelahan dengan truk-truk tersebut.
c. Kegiatan pertambangan pasir ini juga dapat
memakan korban jiwa. Para penambang yang
tidak hati-hati dan terlalu dekat dengan kawasan Taman Nasional Gunung Merapi bisa
saja terkena lahar dingin Merapi saat sedang melakukan proses penambangan. Hal seperti ini sudah sering terjadi dan
telah memakan banyak korban. Kepala
Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Magelang,
Dwi Koendarto, membenarkan bahwa deposit pasir Merapi di sungai telah
habis. Namun kegiatan pertambangan tetap
berlangsung hingga kini akibatnya mereka merambah pasir Taman Nasional. Selain itu, saat lahar dingin Gunung
Merapi datang, para penambang kurang mewaspadai akan hal seperti ini. Alhasil, sering terdengar dimedia masa banyak
truk-truk yang terjebak dalam lahar dingin.
d. Selain hal-hal tersebut diatas, kegiatan
pertambangan ini juga dapat memicu adanya konflik sosial dimasyarakat. Konflik bisa terjadi antar sesama para
pekerja tambang, sesama para pengelola alat berat, para pemilik alat berat dan
pengelola maupun dengan para pemilik lahan yang akan ditambang. Konflik ini bisa dipicu oleh adanya rasa
ingin memonopoli lahan-lahan tambang yang ada didaerah tersebut.
e. Dampak negatif lainnya dari adanya
pertambangan pasir ini adalah kurangnya minat para remaja untuk melanjutkan
pendidikan mereka. Mereka lebih
mementingkan persaingan hidup dengan memenuhi kebutuhan kemewahan mereka. Untuk itu mereka lebih mengutamakan bekerja
diwilayah tambang karena mampu menghasilkan uang Rp. 90.000,- sampai dengan Rp.
150.000,- per hari tanpa harus memiliki keterampilan khusus dan modal yang
besar.
2.4
Solusi
dari Penyelesaian Masalah Pertambangan
Masalah
Pertambangan yang terjadi pada umumnya tidak terlepas dari masalah kerusakan
lingkungan. Solusi dari setiap masalah
berbeda-beda tergantung jenis pertambangan apa yang ada. Mungkin saran berikut
ini lebih bersifat pendapat pribadi. Berikut ini beberapa saran dalam
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang hadir disetiap daerah
pertambangan.
a. Pemerintah
seharusnya bertindak tegas, terhadap penambang-penambang liar yang berkeliaran
didaerah pertambangan. Dengan memberikan
sanksi akan tindakan mereka dan pemerintah bekerjasama dengan aparat terkait
lebih meningkatkan kembali keamanan dijalur masuk dan keluar area tambang.
Selain
itu, pemerintah harus mempunyai aturan yang tegas dan jelas kepada para
pengelola dan pemilik lahan tambang, agar mereka tidak mudah bertindak sesuka
hati mereka dalam menambang pasir.
Mereka juga harus memperhatikan setiap kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi jika mereka menambang ditempat tersebut.
Salah
satu contoh aturan yang telah diperbaharui yaitu aturan yang ada di Kabupaten
Sleman Yogyakarta, pemerintah setempat telah membuat peraturan baru bagi
penambang pasir Merapi. Peraturan ini
antar lain waktu penambangan dibatasi menjadi hanya 12 jam dari pukul 06.00 WIB
sampai pukul 18.00 WIB serta jumlah muatan truk tidak boleh lebih dari 4 meter
kubik dengan berat sekitar 6 ton.
Peraturan
ini cukup membantu, karena membatasi kegiatan para penambang agar tidak secara
cepat merusak lingkungan.
b. Pemerintah
seharusnya memberi aturan, saat perizinan penambangan sudah berakhir para
pengelola lahan pertambangan berkewajiban menanam pohon disekitar pinggiran
sungai area yang mereka tambang.
Bertujuan agar fungsi sungai kembali seperti semula dan wajah sungai
tidak gersang dan panas.
c. Harus
ada kesadaran dari masyarakat sendiri bahwa pendidikan itu sebenarnya penting,
atau bisa dengan cara lain dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat
bahwa pekerjaan menambang pasir tidak selamanya akan memberikan penghidupan
bagi mereka. Kapasitas pasir yang
semakin hari semakin menipis, membuat percepatan kegiatan pertambangan segara
berakhir.
Untuk
itu masyarakat disekitar diminta untuk tidak menggantungkan hidup mereka pada
pekerjaan ini saja, dan untuk memperbaiki kehidupan mereka kearah yang lebih
baik mereka harus memiliki keterampilan yang bisa mereka dapatkan dibangku
pendidikan.
d. Untuk
masalah konflik sosial yang sering terjadi area tambang, pemerintah seharusnya
mampu menengahi dan menjembatani antara para penambang, pengelola dan pemilik
lahan. Harus ada musyawarah untuk
mencapai suatu kesepakatan dan keadilan antara satu sama lainnya.
Atau
bisa dengan cara lain, pemerintah membuat suatu wadah dimana para pekerja,
pengelola dan pemilik lahan mampu bertukar pikiran satu sama lainnya. Untuk mewujudkan hubungan yang baik secara
berkelanjutan baik sewaktu masih bekerja dipertambangan maupun tidak.
BAB
III
PENUTUP
Manusia
hidup dibumi tidaklah sendiri. Mereka
diciptakan bersama makhluk ciptaan Tuhan lainnya seperti hewan dan tumbuhan.
Namun, manusia diciptakan dengan derajat yang lebih tinggi dibanding dengan
makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Itu semua
bukan berarti manusia berhak melakukan semaunya terhadap hewan dan
tumbuhan.
Manusia
harus hidup rukun berdampingan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Semua itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan
setiap hal yang ada disekeliling kita.
Salah satunya Sumber Daya Alam, memanfaatkan Sumber Daya Alam merupakan
wujud adanya suatu pembangunan. Hal itu
bagus untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di negara ini. Akan tetapi, dalam pemanfaatan Sumber Daya
Alam ini haruslah seimbang dengan apa yang kita lakukan untuk alam sekitar.
Sehingga
pemanfaatan Sumber Daya Alam dapat berjalan dengan lancar, mampu memberikan
kesejahteraan bagi masyarakat dan juga mengurangi kerusakan lingkungan yang
ada. Dari penjelasan diatas rata-rata
kegiatan pertambangan berakibat langsung terhadap lingkungan. Banyak diantara para penambang kurang
memperhatikan secara langsung akibat yang mungkin dialami jika menambang tanpa
adanya kontribusi sesudahnya terhadap kelangsungan pertumbuhan lingkungan.
Melalui
makalah ini, penulis menyarankan kepada para penambang agar sebelum melakukan
kegiatan pertambangan harus ada perencanaan terhadap pembaharuan lingkungan
nantinya. Supaya dapat memanfaatkan
Sumber Daya Alam secara berkelanjutan dan dapat dinikmati dari generasi
sekarang hingga generasi selanjutnya dan begitu pun seterusnya.
Selain
itu, dalam hal ini pemerintah serharusnya bekerja sama dengan masyarakat dan
aparat setempat untuk menjaga dan melindungi area tambang dari tangan-tangan
tidak bertangguungjawab seperti penambang liar.
Pemerintah setempat juga seharusnya lebih banyak menyediakan lapangan
kerja lain diarea sekitar tambang guna mengalihkan masyarakat dari pekerjaan
menambang pasir ke pekerjaan lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Yudhistira.,
2008, Kajian Dampak Kerusakan Lingkungan
Akibat Kegiatan Penambangan Pasir di Daerah Kawasan Gunung Merapi (Studi Kasus
di Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, Tesis MIL UNDIP.
Nurlitawati, Ari., 2010. Penambang
pasir Lereng Merapi : Antara Berkah dan Musibah, http://anurlita.wordpress.com/artikel-ku/penambangan-pasir-lereng-merapi/
Wicaksono, Pribadi., 2011. Aturan
Baru Penambang Pasir, http://www.berita.walhi-jogja.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=413:aturan-baru-penambangan-pasir-merapi&catid=67:tambang&Itemid=474. Diakses pada 4 November 2011
Administrator, 2010. Tambang Pasir Merapi dan Konflik Sosial, http://merapi.combine.or.id/baca/1093/tambang-pasir-merapi-dan-konflik-sosial.html.
Diakses 1 Mei 2010
Wihardandi, Aji., 2012.
Tambang Pasir Merapi Menggerus Alam dan
Kesehatan Warga Cangkringan, http://www.mongabay.co.id/2012/09/20/tambang-pasir-merapi-menggerus-alam-dan-kesehatan-warga-cangkringan/#ixzz29vcgXMQC.
Diakses pada 20 September 2012
Ukaka, 2012, Dilema Penertiban Penambangan Pasir Merapi, http://ukukaka.blogspot.com/2012/02/dilema-penertiban-penambangan-pasir.html.
Diakses pada 29 Februari 2012
Zakaria, Anang., 2010, Penambangan Pasir Ilegal Meluas Hingga Taman
Nasional Gunung Merapi, http://www2.tempo.co/read/news/2010/10/19/177285738/Penambangan-Pasir-Ilegal-Meluas-Hingga-Taman-Nasional-Gunung-Merapi.
Diakses pada 19 Oktober 2010
Parwito, 2012, Longsoran Material Merapi Ancam 2 Sungai dan
3 Desa, http://www.merdeka.com/peristiwa/longsoran-material-merapi-ancam-2-sungai-dan-3-desa.html.
Diakses pada 13 Juli 2012
Parwito, 2012, Debit Mata Air di Gunung Merapi Turun
Drastis, http://www.merdeka.com/peristiwa/debit-mata-air-di-gunung-merapi-turun-drastis.html.
Diakses pada 26 Juni 2012
0 comments:
Posting Komentar