WAWASAN NUSANTARA
A. Wawasan Nasional Suatu Bangsa
Suatu bangsa yang telah
menegara, dalam menyelenggarakan kehidupannya tidak terlepas dari pengaruh
lingkungannya. Pengaruh itu timbul dari
hubungan timbal balik antara filosofi bangsa, ideologi, aspirasi serta
cita-cita dan kondisi sosial masyarakat, budaya, tradisi, keadaan alam, wilayah
serta pengalaman sejarahnya.
Pemerintah dan rakyat
memerlukan suatu konsepsi berupa wawasan nasional untuk menyelenggarakan
kehidupannya. Wawasan ini dimaksudkan
untuk menjamin kelangsungan hidup, keutuhan wilayah serta jati diri
bangsa. Kata “wawasan” itu sendiri
berasal dari wawas (bahasa Jawa) yang artinya melihat atau memandang.
Dalam mewujudkan aspirasi
dari perjuangan, satu bangsa perlu mempehatikan tiga faktor utama :
1. Bumi
atau ruang dimana bangsa itu hidup.
2. Jiwa,
tekad dan semnagat menusianya atau kerakyatannya.
3. Lingkungan
sekitarnya.
Dengan demikian, wawasan
nasional adalah cara pandang suatu bangsa yang telah menegara tentang diri dan
lingkungannya dalam eksistensinya yang serba terhubung (melalui interaksi dan
interrelasi) dan dalam pembangunannya di lingkungan nasional (termasuk lokal
dan propinsional), regional serta global.
B. TEORI-TEORI KEKUASAAN
Wawasan nasional suatu
bangsa dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang
dianutnya. Beberapa teori diuraikan
sebagai berikut :
1.
Paham
– Paham Kekuasaan
Perumusan wawasan
nasional lahir berdasarkan pertimbangan dan pemikiran mengenai sejauh mana
konsep operasionalnya dapat diwujudkan dan dipertanggungjawabkan. Karena itu, dibutuhkan landasan teori yang
dapat mendukung rumusan Wawasan Nasional.
Teori – teori yang dapat
mendukung rumusan tersebut antara lain :
a.
Paham
Machiavelli (Abad XVII)
Gerakan pembaharuan (renaissance) yang dipicu oleh masuknya ajaran
Islam di Eropa Barat sekitar abad VII telah membuka dan mengembangkan cara
pandang bangsa-bangsa Eropa Barat sehingga menghasilkan peradaban barat modern
seperti sekarang.
Menurut Machiavelli,
sebuah negara akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil berikut : pertama,
segala cara dihalalkan dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan ; kedua,
untuk menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba (“divide et impera”) adalah sah ; dan ketiga, dalam dunia politik
(yang disamakan dengan kehidupan binatang
buas) yang kuat pasti dapat bertahan dan menang.
b.
Paham
Kaisar Napoleon Bonaparte (Abad XVIII)
Kaisar Napoleon merupakan
tokoh revolusioner di bidang cara pandang , selain penganut yang baik dari
Machiavelli. Napoleon berpendapat bahwa
perang di masa depan akan merupakan perang total yang mengerahkan segala daya
upaya dan kekuatan nasional. Dia
berpendapat bahwa kekuatan politik harus didampingi oleh kekuatan logistik dan
kekuatan nasional. Kekuatan ini juga
perlu didukung oleh kondisi sosial budaya berupa ilmu pengetahuan dan teknologi
demi terbentuknya kekeuatan hankam.
c.
Paham
Jendral Clausewitz (Abad XVIII)
Pada era Napoleon,
Jenderal Clausewitz sempat terusir oleh tentara Napoleon dari negaranya sampai
ke Rusia. Calusewitz akhirnya bergabung
dan menjadi penasihat militer Staf Umum Tentara Kekuasan Rusia. Menurut Clausewitz, perang adalah kelanjutan
politik dengan cara lain. Baginya,
peperangan adalah sah-sah saja untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa.
d.
Paham
Feuerbach dan Hegel
Paham materialisme
Feuerbach dan teori sintesis Hegel menimbulkan dua aliran besar Barat yang
berkembang didunia, yaitu kapitalisme disatu pihak dan komunisme dipihak
lain. Pada abad XVII paham perdagangan
bebas (yang merupakan nenek moyang liberalisme) sedang marak. Paham ini memicu nafsu kolonialisme negara
Eropa Barat dalam mencari surplus ekonomi ke tempat lain.
e.
Paham
Lenin (Abad XIX)
Lenin telah memodifikasi
paham Clausewitz. Menurutnya, perang
adalah kelanjutan politik dengan cara kekerasan. Bagi Leninisme/Komunisme, perang atau
pertumpahan darah atau revolusi di seluruh dunia adalah sah dalam kerangka
mengkomunikasikan seluruh bangsa didunia.
f.
Paham
Lucian W. Pye dan Sidney
Para ahli tersebut
menjelaskan adanya unsur-unsur subyektivitas dan psikologis dalam tatanan dinamika
kehidupan politik suatu bangsa, kemantapan suatu sistem politik dapat dicapai
apabila sistem tersebut berakar pada kebudayaan politik bangsa yang
bersangkutan. Dengan demikian proyeksi
eksistensi kebudayaan politik tidak semata-mata ditentukan oleh kondisi-kondisi
obyektif tetapi juga subyektif dan psikologis.
2.
Teori-Teori
Geopolitik
Geopolitik berasal dari
kata “geo” atau bumi dan politik yang berarti kekuatan yang didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan dasar dalam menentukan alternatif kebijaksanaan
nasional untuk mewujudkan tujuan nasional.
Beberapa pendapat dari pakar-pakar Geopolitik antara lain :
a.
Pandangan
Ajaran Frederich Ratzel
Pada abad ke-19,
Frederich Ratzel merumuskan untuk pertama kalinya Ilmu Bumi Politik sebagai
hasil penelitiannya yang ilmiah dan universal.
Pokok-pokok ajaran F.Ratzel adalah sebagai berikut :
1) Dalam
hal-hal tertentu pertumbuhan negara dapat dianalogikan dengan pertumbuhan
organisme yang memerlukan ruang lingkup.
2) Negara
identik denga suatu ruang yang ditempati oleh kelompok politik dalam arti
kekuataan.
3) Suatu
bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum
alam.
4) Semakin
tinggi budaya suatu bangsa, semakin besar kebutuhannya akan sumber daya alam.
Ilmu Bumi Politik
berdasarkan ajaran Ratzel tersebut justru menimbulkan dua aliran, di mana yang
satu berfokus pada kekuataan di darat, sementara yang lainnya berfokus pada
kekuataan di laut. Ratzel melihat adanya
persaingan antara kedua aliran itu, sehingga ia mengemukakan pemikiran yang
baru, yaitu dasar-dasar suprastruktur Goepolitik : kekuatan total/menyeluruh
suatu negara harus mampu mewadahi pertumbuhan kondisi dan kedudukan
geografisnya.
b.
Pandangan
Ajaran Rudolf Kjellen
Kjellen menegaskan bahwa
negara adalah suatu organisme yang dianggap sebagai “prinsip dasar”. Esensi ajaran Kjellen adalah sebagai berikut
:
1) Negara
merupakan satuan biologis, suatu organisme hidup yang memiliki intelektual.
2) Negara
merupakan suatu sistem politik/pemerintahan yang meliputi bidang-bidang :
geopolitik, sosial politik dan krato politik (politik memerintah).
3) Negara
tidak harus bergantung pada sumber pembekalan luar. Ia harus mampu berswasembada serta
memanfaatkan kemajuan kebudayaan dan teknologi untuk meningkatkan kekuataan
nasionalnya.
c.
Pandangan
Ajaran Karl Haushofer
Pandangan Karl Haushofer
berkembang di Jerman ketika negara ini berada dibawah kekuasaan Adolf
Hitler. Pandangan ini juga dikembangan
di Jepang dalam ajaran Hako Ichiu.
Pokok-pokok teori Haushofer ini pada dasarnya menganut pandangan Kjellen,
yaitu :
1) Kekuasaan
Imperium Daratan yang kompak akan dapat mengejar kekuasaan Imperium Maritim
untuk menguasai pengawasan di laut.
2) Beberapa
negara besar didunia akan timbul dan akan menguasai Eropa, Afrika, Asia Barat
(Jerman dan Italia) serta Jepang di Asia Timur Raya.
3) Rumusan
ajaran Haushofer lainnya adalah sebagai berikut : Geopolitik adalah doktrin negara
yang menitikberatkan soal-soal startegi perbatasan. Geopolitik adalah landasan bagi tindakan
politik dalam perjuangan mendapatkan ruang hidup.
Pokok-pokok teori Karl
Haushofer pada dasarnya menganut teori Rudolf Kjellen dan bersifat ekspansif.
d.
Pandangan
Ajaran Sir Halford Mackinder
Teori ahli Geopolitik ini
pada dasarnya menganut “konsep kekuatan” dan mencetuskan Wawasan Benua, yaitu
konsep kekuataan didarat. Ajarannya
menyatakan : barang siapa dapat menguasai “Daerah Jantung”, yaitu Eurasia
(Eropa dan Asia), ia akan dapat menguasai “Pulau Dunia”, yaitu Eropa, Asia dan
Afrika.
e.
Pandangan
Ajaran Sir Walter Raleigh dan Alfred Thyer Mahan
Kedua ahli ini mempunyai
gagasan “Wawasan Bahari”, yaitu kekuatan dilautan. Ajarannya mengatakan bahwa barang siapa
menguasai lautan akan menguasai “perdagangan”.
Menguasai perdagangan berarti menguasai “kekuatan dunia” sehingga pada
akhirnya menguasai dunia.
f. Pandangan
Ajaran W. Mitchel, A.Saversky, Giulio Douhet dan John Frederik Charles Fuller
Mereka melahirkan teori
“Wawasan Dirgantara” yaitu konsep kekuatan di udara. Kekuatan di udara hendaknya mempunyai daya
yang dapat diandalkan untuk menangkis ancaman dan melumpuhkan kekuatan lawan
dengan mengahancurkannya di kandangnya sendiri agar lawan tidak mampu lagi
menyerang.
g.
Ajaran
Nicholas J. Spykman
Ajaran ini menghasilkan
teori yang dinamakan Teori Daerah Batas (rimland),
yaitu teori wawasan kombinasi yang menggabungkan kekuatan darat, laut dan
udara.
C.
Ajaran
Wawasan Nasional Indonesia
1. Paham
Kekuasaan Bangsa Indonesia
Wawasan nasional bangsa
Indonesia tidak mengembangkan ajaran tentang kekuasaan dan adu kekuataan. Ajaran wawasan nasional bangsa Indonesia
menyatakan bahwa ideologi digunakan sebagai landasan idiil dalam menentukan
politik nasional, dihadapkan pada kondisi dan konstelasi geografi Indonesia
dengan segala aspek kehidupan nasionalnya.
Tujuannya adalah agar bangsa Indonesia dapat menjamin kepentingan bangsa
dan negaranya ditengah-tengah perkembangan dunia.
2. Geopolitik
Indonesia
Pemahaman tentang negara
Indonesia menganut paham negara kepulauan, yaitu paham yang dikembangkan dari
asas archipelago yang memang berbeda
dengan pemahaman archipelago di
negara-negara Barat pada umumnya. Perbedaan yang esensial dari pemahaman ini
adalah bahwa menurut paham Barat, laut berperan sebagai “pemisah” pulau,
sedangkan menurut paham Indonesia laut adalah “penghubung” sehingga wilayah negara
menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai “Tanah Air” dan disebut Negara
Kepulauan.
3. Dasar
Pemikiran Wawasan Nasional Indonesia
Wawasan Nasional
Indonesia dibentuk dan dijiwai oleh pemahaman kekuasaan bangsa Indonesia yang
berlandaskan falsafah Pancasila dan oleh pandangan geopolitik Indonesia yang
berlandaskan pemikiran kewilayahan dan kehidupan bangsa Indonesia. Karena itu, pembahasan latar belakang
filosofis sebagai dasar pemikiran, pembinaan dan pengembangan wawasan nasional
Indonesia ditinjau dari :
a. Latar
belakang pemikiran berdasarkan falsafah Pancasila.
b. Latar
belakang pemikiran aspek Kewilayahan Nusantara.
c. Latar
belakang pemikiran aspek Sosial Budaya Bangsa Indonesia.
d. Latar
belakang pemikiran aspek Kesejarahan Bangsa Indonesia.
Sumber : Pendidikan Kewarganegaraan. 2001. Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama.