JURNAL
KASUS KEADILAN DALAM BISNIS
MATAKULIAH ETIKA BISNIS
Nama : Nur Khasanah
NPM :
15211314
Kelas :
4EA17
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
2014
ABSTRAK
Nur
Khasanah, 15211314
“KASUS
KEADILAN DALAM BISNIS”
Jurnal.
Jurusan Manajemen. Fakultas Ekonomi. Universitas Gunadarma. 2014
Kata
Kunci : Kasus, Keadilan, Bisnis, Etika.
Tujuan
dari penulisan adalah mengetahui adakah pelanggaran yang dilakukan pelaku
bisnis dalam hal keadilan dalam melakukan bisnis. Keadilan dalam bisnis berkaitan erat dengan
tanggung jawab suatu perusahaan atau pelaku bisnis akan usaha atau bisnis yang
dilakukannya. Setiap pelaku bisnis harus
menegakkan setiap keadilan dalam berbisnis.
Karena jika salah satu pihak tidak menjalankan keadilan secara benar
maka di lain sisi ada pihak-pihak yang akan dirugikan atas sikap ketidakadilan
yang dijalankan oleh perusahaan atau pelaku bisnis yang tidak
bertanggungjawab. Dengan adanya dua
teori keadilan distribusi dapat memudahkan setiap pelaku bisnis untuk dapat
menentukan cara keadilan distribusi mana yang akan mereka pilih atau
berdasarkan aktivitas sehari-hari, teori mana yang tanpa sengaja melekat dalam
aktivitas perusahaan atau pelaku bisnis tersebut.
Berdasarkan kesimpulan dari
penulisan ini dapat dikatakan bahwa masih terdapat perusahaan atau pelaku
bisnis yang tidak bertanggungjawab dengan tidak menerapkan prinsip keadilan
dalam berbisnis. Hal ini terbukti dengan
dirugikannya salah satu pihak atas peristiwa dalam kasus tersebut. Hal seperti dapat terjadi karena kurangnya
pengawasan dari lembaga-lembaga terkait atau bahkan pemerintah untuk menangani
ketidakadilan dalam berbisnis.
Daftar Pustaka
(1998-2014)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam dunia
bisnis saat ini tidak hanya etika yang menjadi poin penting dalam berusaha,
tetapi keadilan dalam berbisnis pun harus menjadi perhatian penting bagi semua
pelaku bisnis yang ingin terjun dalam dunia bisnis. Keadilan menjadi salah satu cerminan apakah
suatu perusahaan dapat berlaku sesuai dengan aturan atau sebaliknya, tidak
mampu memberi keadilan bagi relasi atau semua yang berhubungan dengan
perusahaan.
Untuk
melihat keadilan tersebut, ada beberapa pendapat yang dapat membedakan setiap
keadilan yang dilakukan oleh setiap pelaku bisnis. Pendapat ini, salah satunya dibedakan menjadi
pendapat menurut Adam Smith dan pendapat menurut John Rawls.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
saja pendapat keadilan distributif menurut teori Adam Smith ?
2. Apa
saja pendapat keadilan distributif menurut teori John Rawls ?
1.3
Batasan
Masalah
Dalam pembahasan kali ini, penulis
hanya membatasi penjelasan keadilan mengenai
:
1. Pengertian
Keadilan
2. Pembagian
Keadilan
3. Keadilan
Distributif pada Khususnya
1.4
Maksud
dan Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pendapat keadilan distributif
menurut teori Adam Smith.
2.
Untuk mengetahui pendapat keadilan distributif
menurut teori John Rawls.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian Keadilan
Keadilan
merupakan hal vital dalam ekonomi atau bisnis, karena keduanya sama-sama
terkait erat dengan pembagian barang dan jasa yang terbatas pada semua
orang. Baik ekonomi maupun keadilan
sama-sama bertitik tolak pada terjadinya kelangkaan atau keterbatasan. Karena kelangkaan membutuhkan adanya ekonomi
dan perlu pembagian distribusi secara adil.
Jika barang berlimpah maka tidak perlu lagi ada ekonomi dan juga tidak
perlu keadilan. Semakin barang langka
maka semakin besar permasalahan akan distribusi suatu barang dan juga akan
menyebabkan masalah keadilan dalam pendistribusian barang yang akan
ditimbulkan.
Keadilan juga
merupakan topik penting dalam etika bisnis, karena sebagaimana dikemukakan
Bertens, “Sulit sekali untuk dibayangkan orang atau instansi yang berlaku etis
tetapi tidak mempraktekkan keadilan atau bersikap tak acuh pada ketidakadilan”
(Bertens, 2000 : 85).
Keadilan pada
hakikatnya adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya (to give everybody his own). Definisi ini popular pada masa roma kuno
sebagaimana diungkapkan oleh Celcus (175 M).
keadilan mempunyai tiga unsur hakiki, yaitu :
a. Keadilan
selalu tertuju pada orang lain
Masalah keadilan hanya bisa timbul
dalam konteks antar manusia, dengan kata lain konteks keadilan kita selalu
berurusan dengan orang lain.
b. Keadilan
harus ditegakkan atau dilaksanakan
Keadilan tidak hanya diharapkan
atau dianjurkan tapi mengikat kita, sehingga kita mempunyai kewajiban. Dalam konteks keadilan kita selalu berurusan
dengan hak orang lain.
c. Keadilan
menuntut persamaan (equity)
Atas dasar keadilan kita harus
memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya tanpa kecuali.
Secara hakiki norma keadilan menuntut agar alam
mencapai tujuan-tujuan tertentu, termasuk dalam dunia bisnis seseorang tidak
boleh mengorbankan hak-hak dan kepentingan-kepentingan orang lain. Definisi keadilan sebagai memberikan hak
kepada setiap orang yang memang menjadi haknya, memberi ciri khas kepada
keadilan sebagai norma moral. Pertama,
keadilan selalu tertuju kepada orang lain.
Kedua, keadilan harus ditegakkan.
Ketiga, keadilan selamanya menuntut kesetaraan.
2.2 Pembagian Keadilan
1. Pembagian Klasik
Keadilan
berdasarkan pada pembagian klasik ada tiga macam, yaitu :
a. Keadilan
Umum (General Justice)
Berdasarkan keadilan ini para
anggota masyarakat diwajibkan untuk memberi kepada masyarakat (negara) apa yang
menjadi haknya.
b. Keadilan
Distribusi (Distributive Justice)
Berdasarkan keadilan ini negara
(pemerintah) harus membagi segalanya dengan cara yang sama kepada para anggota
masyarakat.
c. Keadilan
Komutatif (Commutative Justice)
Berdasarkan keadilan ini setiap
orang harus memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya. Hal itu berlaku pada taraf individual maupun
sosial.
2. Pembagian Pengarang Modern
Menurut
John Boatright dan Manuel Velasques, keadilan dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Keadilan
Distributif (Distributive Justice)
Benefits dan Burdens mengemukakan
bahwa hal-hal yang nikmat untuk didapat dan hal-hal yang menuntut pengorbanan
harus dibagi dengan adil.
b. Keadilan
Retributif (Retributive Justice)
Berkaitan dengan tejadinya
kesalahan, hukuman atau denda yang diberikan kepada orang yang bersalah harus
bersifat adil. Ada tiga syarat yang
harus dipenuhi supaya hukuman dapat dinilai adil, yaitu :
·
Orang atau instansi yang dihukum harus
tahu apa yang dilakukannya tanpa kebebasan dan harus dilakukannya dengan bebas.
·
Harus dipastikan bahwa orang yang
dihukum benar-benar melakukan perbuatan yang salah dan kesalahannya harus
dibuktikan dengan meyakinkan.
·
Hukuman harus konsisten dan proporsional
dengan pelanggaran yang dilakuakan.
c. Keadilan
Kompensatoris (Compensatory Justice)
Menyangkut juga kesalahan yang
dilakukan, tetapi menurut aspek lain.
Berdasarkan keadilan ini orang mempunyai kewajiban moral untuk memberikan
kompensasi atau ganti rugi kepada orang lain atau instansi yang dirugikan. Kewajiban kompensasi ini akan berlaku jika
terpenuhi tiga syarat, antara lain :
·
Tindakan yang mengakibatkan kerugian
harus salah atau disebabkan kelalaian.
·
Perbuatan seseorang harus
sungguh-sungguh menyebabkan kerugian.
·
Kerugian harus disebabkan oleh orang
yang bebas.
2.3 Keadilan Distributif pada Khususnya
Dalam teori
etika modern sering disebut dua macam prinsip untuk keadilan distributif, yaitu
prinsip formal dan prinsip material.
Prinsip formal hanya ada satu, yaitu menyatakan bahwa kasus-kasus yang
sama harus diperlakukan dengan cara yang sama sedangkan kasus-kasus yang tidak
sama boleh diperlakukan dengan cara yang tidak sama (equals ought to be treated equally and unequals may be treated
unequally). Prinsip material
keadilan distribusi melengkapi prinsip formal.
Prinsip material menunjuk pada salah satu aspek relevan yang bisa
menjadi dasar untuk membagi dengan adil hal-hal yang dicari oleh berbagai
orang. Menurut Beauchamp dan Bowie ada
enam prinsip material. Keadilan
distributif terwujud kalau setiap orang diberikan :
a.
Bagian yang sama, prinsip ini kita
membagi dengan adil jika kita membagi rata kepada semua orang yang
berkepentingan diberi bagian yang sama.
b.
Kebutuhan, prinsip ini menekankan bahwa
kita berlaku adil jika kita membagi sesuai dengan kebutuhan.
c.
Hak, merupakan hal yang penting bagi
keadilan pada umumnya, termasuk keadilan distributif.
d.
Usaha, mereka yang mengeluarkan banyak
usaha dan keringat untuk mencapai suatu tujuan pantas diperlakukan dengan cara
lain daripada orang yang tidak berusaha.
e.
Kontribusi Kepada Masyarkat, orang yang
karena kontribusinya besar kepada masyarakat.
f.
Jasa, menjadi alasan untuk memberikan
sesuatu kepada satu orang yang tidak diberikan kepada orang lain.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Objek Penelitian
Pada penulisan ini
penulis mengambil objek pada PT Sinde Budi Sentosa dan Wen Ken Drug Co PTE Ltd.
3.2 Data Penulisan
Dalam penulisan ini menggunakan
data yang diperoleh dari data sekunder yang berasal dari situs-situs berita
serta situs ilmu pengetahuan seperti http://books.google.co.id/
yang memiliki kaitan erat dengan keadilan dalam berbisnis serta yang memiliki
kaitan dengan topik atau kasus yang sedang diteliti.
2.3 Metode Pengumpulan
Dalam
mengumpulkan data, penulis memperoleh data dari berbagai sumber dengan metode
penulisan sebagai berikut :
1.
Observasi
Untuk
mendapatkan data dan informasi tersebut penulis menggunakan data sekunder
berupa artikel-artikel yang terdapat di beberapa situs portal berita seperti http://www.id.berita.yahoo.com/ /
2.
Studi Kepustakaan
Mencari
referensi dari buku-buku dan literatur-literatur yang berkaitan dengan topik
dalam penulisan ini. Selain menggunakan
buku secara fisik penulis juga menggunakan buku on-line yang terdapat di http://books.google.co.id/
.
BAB IV
PEMBAHASAN
Tanggung
jawab sosial perusahaan mempunyai kaitan yang erat dengan penegakan keadilan
dalam masyarakat umumnya dan bisnis khususnya.
Tanggung jawab sosial perusahaan berkaitan langsung dengan perbaikan
kondisi sosial ekonomi yang semakin sejahtera dan merata. Ini berkaitan dengan apa yang akan kita bahas
sebagai keadilan distributif. Ketaatan
terhadap hukum, khususnya hukum bisnis, pada akhirnya berkaitan juga dengan
keadilan legal, yaitu perlakuan yang sama terhadap semua orang sesuai dengan
hukum yang berlaku. Itu berarti semua
orang harus dilindungi dan tunduk pada hukum yang ada secara tanpa pandang
bulu. Demikian pula, penghargaan atas
hak dan kepentingan stakeholders pada
akhirnya berkaitan juga dengan apa yang disebut sebagai keadilan komutatif.
Kenyataan
ini menunjukkan bahwa masalah keadilan berkaitan secara timbal balik dengan
kegiatan bisnis, khususnya bisnis yang baik dan etis. Di satu pihak terwujudnya keadilan dalam
masyarakat akan melahirkan kondisi yang baik dan kondusif bagi kelangsungan
bisnis yang baik dan sehat. Tidak hanya
dalam pengertian bahwa terwujudnya keadilan akan menciptakan stabilitas sosial
yang akan menunjang kegiatan bisnis, melainkan juga dalam pengertian bahwa
sejauh prinsip keadilan dijalankan akan lahir wajah bisnis yang lebih baik dan
etis. Di pihak lain, praktek bisnis yang
baik, etis, dan adil atau fair, akan
ikut mewjudkan keadilan dalam masyarakat.
Sebaliknya, ketidakadilan yang merajalela akan menimbulkan gejolak
sosial yang meresahkan para pelaku bisnis.
Tidak mengherankan bahwa hingga sekarang keadilan selalu menjadi salah
satu topik penting dalam etika bisnis.
4.1 Ruang Lingkup
4.1.1 Paham Tradisional Dalam Bisnis
a. Keadilan Legal
Menyangkut
hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan negara. Intinya adalah semua orang atau kelompok
masyarakat diperlakukan secara sama oleh negara di hadapan hukum.
Dasar
moral :
1)
Semua orang adalah manusia yang
mempunyai harkat dan martabat yang sama dan harus diperlakukan secara sama.
2)
Semua orang adalah warga negara yang
sama status dan kedudukannya, bahkan sama kewajiban sipilnya, sehingga harus
diperlakukan sama sesuai dengan hukum yang berlaku.
Konsekuensi legal
:
1)
Semua orang harus secara sama dilindungi
hukum, dalam hal ini oleh negara.
2)
Tidak ada orang yang akan diperlakukan
secara istimewa oleh hukum atau negara.
3)
Negara tidak boleh mengeluarkan produk
hukum untuk kepentingan kelompok tertentu.
4)
Semua warga harus tunduk dan taat kepada
hukum yang berlaku.
a. Keadilan Komutatif
Mengatur
hubungan yang adil atau fair antara
orang yang satu dengan yang lain atau warga negara satu dengan warga negara
lainnya. Menuntut agar dalam interaksi
sosial antara warga satu dengan yang lainnya tidak boleh ada pihak yang
dirugikan hak dan kepentingannya. Jika
diterapkan dalam bisnis, berarti relasi bisnis dagang harus terjalin dalam
hubungan yang setara dan seimbang antara pihak yang satu dengan lainnya.
Dalam bisnis,
keadilan komutatif disebut sebagai keadilan tukar. Dengan kata lain keadilan keadilan komutatif
menyangkut pertukaran yang fair antara
pihak-pihak yang terlibat. Keadilan ini
menuntut agar baik biaya maupun pendapatan sama-sama dipikul secara seimbang.
b. Keadilan Distributif
Keadilan
distributif (keadilan ekonomi) adalah distribusi ekonomi yang merata atau yang
dianggap merata bagi semua warga negara.
Menyangkut pembagian kekayaan ekonomi atau hasil-hasil pembangunan. Dalam sistem aristokrasi, pembagian itu adil
kalau kaum ningrat mendapat lebih banyak, sementara para budaknya sedikit.
Menurut
Aristoteles, distribusi ekonomi didasarkan pada prestasi dan peran
masing-masing orang dalam mengejar tujuan bersama seluruh warga negara. Dalam dunia bisnis, setiap karyawan harus
digaji sesuai dengan prestasi, tugas, dan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Keadilan distributif juga
berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan dan ketentuan
dalam perusahaan yang juga adil dan baik.
4.1.2 Teori Keadilan Adam Smith
Adam
Smith hanya menerima satu konsep keadilan yaitu keadilan komutatif. Alasannya
:
1.
Keadilan sesungguhnya hanya punya satu
arti, yaitu keadilan komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan,
keharmonisan hubungan antara satu orang dengan orang lain. Ketidakadilan berarti pincangnya hubungan antar
manusia karena kesetaraan yang terganggu.
2.
Keadilan legal sudah terkandung dalam
keadilan komutatif, karena keadilan legal hanya konsekuensi lebih lanjut dari
prinsip keadilan komutatif. Demi
menegakkan keadilan komutatif, negara harus bersikap netral dan memperlakukan
semua pihak secara sama tanpa terkecuali.
3.
Juga menolak keadilan distributif,
karena apa yang disebut keadilan selalu menyangkut hak, semua orang tidak boleh
dirugikan haknya. Keadilan distributif
justru tidak berkaitan dengan hak. Orang
miskin tidak punya hak untuk menuntut dari orang kaya untuk membagi kekayaannya
kepada mereka. Orang miskin hanya bisa
meminta, tidak bisa menuntutnya sebagai sebuah hak. Orang kaya tidak bisa dipaksa untuk memperbaiki
keadaan sosial ekonomi orang miskin.
Prinip Komutatif
Adam Smith :
a.
Prinsip No Harm, yaitu prinsip tidak
merugikan orang lain, khususnya tidak merugikan hak dan kepentingan orang
lain. Prinsip ini menuntut agar dalam
interaksi sosial apapun setiap orang harus menahan dirinya untuk tidak sampai
merugikan hak dan kepentingan orang lain, sebagaimana ia sendiri tidak mau agar
hak dan kepentingannya dirugikan oleh siapapun.
b.
Prinsip Non-Intervention, yaitu prinsip
tidak ikut campur tangan. Prinsip ini
menuntut agar demi jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan setiap
orang, tidak seorangpun diperkenankan untuk ikut campur tangan dalam kehidupan
dan kegiatan orang lain. Campur tangan
dalam bentuk apapun akan merupakan pelanggaran terhadap hak orang tertentu yang
merupakan suatu harm (kerugian) dan
itu berarti telah terjadi ketidakadilan.
c.
Prinsip Keadilan Tukar atau prinsip
pertukaran dagang yang fair, terutama
terwujud dan terungkap dalam mekanisme harga pasar.
·
Merupakan penerapan lebih lanjut dari no harm secara khusus dalam pertukaran dagang antara
satu pihak dengan pihak lain dalam pasar.
·
Adam Smith membedakan antara harga
alamiah dan harga pasar atau harga aktual.
Harga alamiah adalah harga yang mencerminkan biaya produksi yang telah
dikeluarkan oleh produsen. Harga pasar
atau harga aktual adalah harga yang aktual ditawarkan dan dibayar dalam
transaksi dagang di dalam pasar.
·
Kalau suatu barang dijual dan dibeli
pada tingkat harga alamiah, itu berari barang tersebut dijual dan dibeli pada
tingkat harga yang adil, dimana produsen dan konsumen sama-sama
diuntungkan. Harga alamiah mengungkapkan
kedudukan yang setaea dan seimbang antara produsen dan konsumen, karena apa
yang dikeluarkan masing-masing dapat kembali.
·
Dalam jangka panjang, melalui mekanisme
pasar yang kompetetif, harga pasar akan berfluktuasi sedemikian rupa di sekitar
harga alamiah sehingga akan melahirkan sebuah titik ekuilibrium yang
menggambarkan kesetaraan posisi produsen dan konsumen.
·
Dalam pasar bebas yang kompetitif,
semakin langka barang dan jasa yang ditawarkan dan sebaliknya semakin banyak
permintaan, harga akan semakin naik.
Pada titik ini produsen akan lebih diuntungkan sementara konsumen lebih
dirugikan. Dalam pasar terbuka dan kompetitif, fluktuasi harga akan
menghasilkan titik ekuilibrium, sebuah titik di mana sejumlah barang yang akan
dibeli oleh konsumen sama dengan jumlah yang ingin dijual oleh produsen, dan
harga tertinggi yang ingin dibayar konsumen sama dengan harga terendah yang
ingin ditawarkan produsen. Titik
ekuilibrium inilah yang menurut Adam Smith mengungkapkan keadilan komutatif
dalam transaksi bisnis.
4.1.3 Teori Keadilan Distributif John
Rawls
Pasar
memberi kebebasan dan peluang yang sama bagi semua pelaku ekonomi. Kebebasan adalah nilai dan salah satu hak
asasi paling penting yang dimiliki oleh manusia, dan ini dijamin oleh sistem
ekonomi pasar. Pasar memberi peluang
bagi penetuan diri manusia sebagai makhluk yang bebas. Ekonomi pasar menjamin kebebasan yang sama
dan kesempatan yang fair.
Prinsip-prinsip
keadilan distribusi Rawls, meliputi :
1.
Prinsip Kebebasan Yang Sama
Setiap
orang harus mempunyai hak yang sama atas sistem kebebasan dasar yang sama yang
paling luas sesuai dengan sistem kebebasan serupa bagi semua. Keadilan menuntut agar semua orang diakui,
dihargai, dan dijamin hak atas kebebasan secara sama.
2.
Prinsip Perbedaan (Difference Principle)
Bahwa
ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga
ketidaksamaan tersebut :
a.
Menguntungkan mereka yang paling kurang
beruntung
b.
Sesuai dengan tugas dan kedudukan yang
terbuka bagi semua di bawah kondisi persamaan kesempatan yang sama.
Jalan keluar utama untuk memecahkan
ketidakadilan distribusi ekonomi oleh pasar adalah dengan mengatur sistem dan
struktur sosial agar terutama menguntungkan kelompok yang tidak beruntung.
4.2 Permasalahan
Beberapa
hari yang lalu, terjadi aksi pengumpulan dana di internet bagi seorang turis
asal Vietnam. Dia menjadi korban penipuan
toko penjual iPhone di pusat perbelanjaan Sim Lim Square, Singapura. Di lansir oleh salah satu media di Singapura (The Straits Times), insiden bermula saat
seorang buruh pabrik asal Vietnam bernama Pham Van Thoai berniat membeli sebuah
iPhone 6 sebagai hadiah ulang tahun pacarnya saat berlibur di Singapura. Dia telah menabung sebesar $950 yang setara
dengan lima bulan gajinya.
Pham
terkejut ketika akan meninggalkan toko bernama Mobile Air itu. Sebab dia tidak boleh membawa iPhone yang
dibelinya, sebelum membayar biaya tambahan sebesar $1.500 atau sekitar Rp 18,3
juta yang disebut sebagai biaya garansi.
Dia mengakui sebelumnya disuruh menandatangi perjanjian oleh pihak
toko. Namun karena tidak lancar dalam
berbahasa Inggris, dia tidak mengetahui jika isi perjanjian itu akan
menjebaknya. Dia juga tidak memiliki
praduga buruk karena berpikir bahwa Singapura adalah tempat yang aman untuk
berbelanja.
Saat mengetahui bahwa dia harus membayar
biaya tambahan, dia langsung berlutut memohon uangnya dikembalikan. Tapi dia malah ditertawakan oleh pemilik dan
para penjaga toko. Mobile Air kemudian
menawarkan untuk mengembalikan sebesar $600 padanya. Tapi pacar Pham menolak, hingga seluruh uang
pembelian dikembalikan. Pada perjanjian
itu diatur bahwa pihak toko hanya akan membayar $70 jika pembeli mengembalikan
barangnya.
Akhirnya kasus ini dibawa ke Asosiasi
Konsumen Singapura (Case), yang sayangnya tidak berpihak pada Pham. Perjanjian yang menipu dan menjebak konsumen
itu tidak dibatalkan oleh otoritas Singapura, yang malah membela toko. Case hanya memerintahkan Mobile Air untuk
membaya $400, atau kurang dari setengah harga pembelian.
Pada kasus diatas, dapat kita ketahui bahwa
masalah keadilan dalam bisnis termasuk dalam kategori pendapat Teori
Rawls. Dalam Teori Rawls, pada Prinsip
Perbedaan, mengakibatkan ketidakadilan baru. Hal ini serupa dengan kasus diatas yaitu
ketidakadilan dalam jual beli. Dalam prinsip
perbedaan, Rawls membenarkan ketidakadilan karena dengan prinsip tersebut
pemerintah dibenarkan melanggar dan merampas hak pihak tertentu untuk diberikan
kepada pihak lain.
4.3 Jalan Keluar Atas Masalah
Ketimpangan Ekonomi
1.
Terlepas dari kritik-kritik terhadap
teori Rawls, kitaakui bahwa Rawls mempunyai
pemecahan
yang cukup menarik dan mendasar atas ketimpangan ekonomi. Dengan memperhatikan secara serius kelemahan-kelemahan
yang dilontarkan, kita dapat mengajukan jalan keluar tertentu yang sebenarnya
merupakan perpaduan teori Adam Smith yang menekankan pada pasar, dan juga teori
Rawls yang menekankan kenyataan perbedaan bahkan ketimpangan ekonomi yang dihasilkan
oleh pasar.
2.
Harus kita akui bahwa pasar adalah
sistem ekonomi terbaik hingga sekarang karena dari kacamata Adam Smith maupun
Rawls, pasar menjamin kebebasan berusaha secara optimal bagi semua orang. Karena itu kebebasan berusaha dan kebebasan
dalam segala aspek kehidupan harus diberi tempat pertama.
3.
Negara dituntut untuk mengambil langkah
dan kebijaksanaan khusus tertentu yang secara khusus dimaksudkan untuk membantu
memperbaiki keadaan sosial dan ekonomi kelompok yang secara obyektif tidak
beruntung bukan karena kesalahan mereka sendiri.
4.
Dengan mengandalkan kombinasi mekanisme
pasar dan kebijaksanaan selektif pemerintah yang khusus ditujukan untuk
membantuk kelompok yang secara objektif tidak mampu memanfaatkan peluang pasar
secara maksimal. Dalam hal ini penentuan
kelompok yang mendapat perlakuan istimewa harus dilakukan secara transparan dan
terbuka. Langkah dan kebijaksanaan ini
mencakup pengaturan sistem melalui pranata politik dan legal, sebagaimana
diusulkan oleh Rawls, harus tetap selektif sekaligus berlaku umum. Jalan keluar ini sama sekali tidak
bertentangan dengan sistem ekonomi pasar karena sistem ekonomi pasar
sesungguhnya mengakomodasi kemungkinan itu.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Bagi setiap
pelaku bisnis dalam menjalankan usahanya, selain etika juga perlu memperhatikan
adanya keadilan dalam bisnis. Keadilan dalam
bisnis dapat berkaitan dengan tanggungjawab yang harus dilaksanakan oleh setiap
perusahaan. Terkadan tanggungjawab ini
ada yang dapat dilewati dengan baik, namun tak jarang pula perusahaan yang
melewatkan akan tanggung jawab ini. Disinilah
harus kita perbaiki, setiap perusahaan baik itu perusahaan besar, menengah
hingga perusahaan besar semua harus sama rata dalam menanggung setiap tanggung
jawab perusahaannya masing-masing. Tidak
ada perbedaan satu sama lain.
Menurut beberapa ahli, keadilan ini dibagi menjadi dua
teori keadilan distributive, yaitu teori Adam Smith dan teori John Rawls. Dari kedua teori ini, masing-masing memiliki
kelebihan dan kelemahan. Namun, untuk
dapat menemukan jalan keluar atas masalah ketimpangan sosial kita harus
mengkombinasikan kedua teori ini. Untuk
dapat mendapatkan jalan keluar yang lebih baik.
5.2 Saran
1.
Berdasarkan kasus diatas diketahui bahwa
salah satu pihak telah melanggar rasa keadilan atau hak dari pihak yang
lainnya. Hal ini dapat dihindari jika
pihak tersebut, mampu menerapkan rasa keadilan yang sesuai tanpa harus
menggebu-gebu dalam mencari keuntungan. Rasa
keinginan yang berlebihan akan tingkat keuntungan yang tinggi dapat memberikan
kerugian bagi salah satu pihak dan hal tersebut melanggar hak dari pihak
tersebut.
2.
Bagi pemerintah, perlu adanya kecermatan
dalam menangani kasus seperti ini, jangan sampai keputusan yang akan diambil
malah merugikan salah satu pihak. Kedua belah
pihak harus merasakan keadilan yang harus ditegakkan, jangan memihak salah satu
pihak yang sedang berseteru.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K. 2000. “Etika”.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Campus to Campus. 2013. “Ekonomi dan Keadilan Dalam Etika Bisnis”. Dalam https://www.facebook.com/permalink.php?id=537514949610829&story_fbid=647399151955741
Keraf, Sony. 1998. “Etika
Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya”. Yogyakarta :
Kanisius Media.